Sabtu, 31 Mei 2014

KUMPULAN BAHAN KATEKESE LENGKAP

1. Tanda salib

Apa sesungguhnya makna Tanda Salib dan mengapa kita melakukannya?
Bilamana dan bagaimana praktek ini berasal?
Tanda Salib merupakan suatu gerakan yang indah, yang mengingatkan umat beriman pada salib keselamatan sembari menyerukan Tritunggal Mahakudus. Secara teknis, Tanda Salib merupakan sakramentali, suatu lambang sakral yang ditetapkan Gereja guna mempersiapkan orang untuk menerima rahmat, dan yang menguduskan suatu saat atau peristiwa. Seiring pemikiran tersebut, gerakan ini telah dilakukan sejak masa Gereja Perdana untuk memulai dan mengakhiri doa serta Misa.
Para Bapa Gereja awali menegaskan penggunaan Tanda Salib. Tertulianus (wafat 250) menggambarkan kebiasaan membuat Tanda salib: “Dalam segala kegiatan dan gerakan, setiap kali kami datang maupun pergi, saat mengenakan sepatu, saat mandi, saat makan, saat menyalakan lilin, saat berbaring, saat duduk, dalam segala apapun yang kami lakukan, kami menandai dahi kami dengan Tanda Salib” (De corona, 30).
St. Sirilus dari Yerusalem (wafat tahun 386) dalam Pengajaran Katekesenya menyatakan, “Jadi, marilah kita tanpa malu-malu mengakui Yang Tersalib. Jadikan Salib sebagai meterai kita, yang dibuat dengan mantap menggunakan jari-jari di dahi kita dan dalam segala kesempatan; atas roti yang kita makan dan cawan yang kita minum, saat kita datang dan saat kita pergi; sebelum kita tidur, saat kita berbaring dan saat kita terjaga; saat kita bepergian, dan saat kita beristirahat” (Katekese, 13). Lama-kelamaan, Tanda Salib dimasukkan dalam berbagai tindakan dalam Misa, misalnya menandai diri tiga kali di dahi, bibir dan hati saat Injil hendak dibacakan atau saat menyampaikan berkat dan saat menandai roti dan anggur persembahan yang dimulai sekitar abad kesembilan.
Cara resmi paling awal dalam membuat Tanda Salib muncul sekitar tahun 400-an, yaitu saat munculnya bidaah Monophysite yang menyangkal adanya dua kodrat dalam pribadi ilahi Kristus, dan dengan demikian menyangkal persekutuan Tritunggal Mahakudus. Tanda Salib dibuat dari dahi ke dada, dan kemudian dari bahu kanan ke bahu kiri. Ibu jari, jari telunjuk dan jari tengah ditangkupkan sebagai lambang Tritunggal Mahakudus - Bapa, Putra dan Roh Kudus. Di samping itu, ketiga jari ditangkupkan sedemikian rupa hingga melambangkan singkatan Yunani I X C (Iesus Christus Soter, Yesus Kristus Juruselamat): jari telunjuk yang lurus melambangkan I; jari tengah saling bersilangan dengan ibu jari melambangkan X; dan jari tengah yang bengkok melambangkan C. Jari manis dan jari kelingking dilipat ke arah telapak tangan, melambangkan kesatuan kodrat manusia dan kodrat ilahi, kehendak manusia dan kehendak ilahi dalam pribadi Kristus. Cara membuat Tanda Salib seperti ini umum dilakukan di kalangan seluruh Gereja hingga sekitar abad keduabelas, tetapi hingga sekarang masih tetap dipraktekkan dalam Gereja-gereja Katolik Ritus Timur dan Gereja-gereja Orthodox.
Suatu instruksi dari Paus Inosensius III (1198 - 1216) membuktikan adanya tradisi praktek tersebut, sekaligus menunjukkan adanya perubahan dalam praktek Gereja Katolik Ritus Latin, “Tanda Salib dibuat dengan tiga jari, sebab penandaan diri tersebut dilakukan sembari menyerukan Tritunggal Mahakudus…. Beginilah cara melakukannya: dari atas ke bawah, dan dari kanan ke kiri, sebab Kristus turun dari surga ke bumi, dan dari Yahudi (kanan) Ia menyampaikannya kepada kaum kafir (kiri).” Sembari memperhatikan kebiasaan membuat Tanda Salib dari bahu kanan ke bahu kiri, yang dilakukan baik oleh gereja-gereja barat maupun timur, Paus Inosensius melanjutkan, “Namun demikian, yang lain, membuat Tanda Salib dari kiri ke kanan, sebab dari sengsara (kiri) kita harus beralih menuju kemuliaan (kanan), sama seperti Kristus beralih dari mati menuju hidup, dan dari Tempat Penantian menuju Firdaus. [Sebagian imam] melakukannya dengan cara ini, sehingga mereka dan umat menandai diri mereka dengan cara yang sama. Kalian dapat dengan mudah membuktikannya - bayangkan imam menghadap umat untuk menyampaikan berkat - ketika kami membuat Tanda Salib atas umat, kami melakukannya dari kiri ke kanan…” Karenanya, sejak saat itu umat beriman mulai meniru imam dalam menyampaikan berkat, dari bahu kiri ke bahu kanan dengan tangan terbuka. Lama-kelamaan, praktek ini menjadi cara yang biasa digunakan dalam Gereja Barat.       
Dalam karya klasik, “Upacara-upacara Ritus Romawi” tulisan Adrian Fortescue dan J. B. O'Connell, Tanda Salib dibuat dengan cara berikut: “Letakkanlah tangan kiri dengan telapak terbuka di bawah dada. Tangan kanan terbuka juga. Pada saat menyerukan Patris [Bapa] angkatlah tangan kanan dan sentuhkan kening; saat menyerukan Filii [Putra], sentuhlah dada agak ke bawah, tetapi di atas tangan kiri; saat menyerukan Spiritus Sancti [Roh Kudus], sentuhlah bahu kiri dan kanan; saat menyerukan Amin, tangkupkan kedua tangan jika perlu.” Meskipun praktek ini telah berkembang dari bentuk asalnya dan kini masih dipraktekkan dalam Ritus Timur, tetapi telah menjadi praktek yang biasa dilakukan pula dalam Gereja Ritus Latin selama beberapa abad.  

Tak peduli bagaimana orang secara teknis membuat Tanda Salib, gerakan haruslah dilakukan dengan khidmat dan saleh. Umat beriman haruslah menyadari kehadiran Tritunggal Mahakudus, dogma inti yang menjadikan orang-orang Kristen sebagai “Kristen”. Juga, umat beriman haruslah ingat bahwa Salib adalah tanda keselamatan kita: Yesus Kristus, sungguh Allah yang menjadi sungguh manusia, yang mempersembahkan kurban sempurna bagi penebusan dosa-dosa kita di atas altar salib. Tindakan sederhana namun mendalam ini membuat setiap orang beriman sadar akan betapa besar kasih Allah bagi kita, kasih yang lebih kuat daripada maut dan akan janji-janji kehidupan abadi. Demi alasan-alasan yang tepat, indulgensi sebagian diberikan kepada mereka yang menandari dirinya dengan Tanda Salib dengan khidmat, sambil menyerukan, “Dalam nama Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus” (Enchirdion of Indulgences, No. 55). Oleh sebab itu, marilah setiap kita membuat Tanda Salib dengan benar dan khidmad serta tidak dengan sembarangan ataupun ceroboh.  

2. Doa Rosario
Sejarah Rosario
Kata Rosario berasal dari bahasa latin , rosarium (dari akar kata Latin, rosa= bunga mawar), yang berarti karangan bunga mawar. Dalam Yes 11: 1 " suatu tunas akan keluar dari tunggul Isai dan taruk yang akan tumbuh dari pangkalnya akan berbuah."Tunas yaitu keturunan baru dari Isai dan Taruk itu melambangan Maria. Buah melambangkan Yesus yang lahir dari Maria. Anna, Ibu Maria semula adalah wanita mandul, tetapi kemudian secara ajaib mengandung Maria. Maria seorang perawan yang secara ajaib melahirkan Yesus. Sehingga tak mengherankan Maria digambarkan sebagai Mawar yang ajaib. Lebih dalam lagi penjelasan mengenai Rosario diajarkan oleh Santo Louis de Montfort. Beliau menjelaskan bahwa mawar itu melambangkan Yesus dan Maria dalam kehidupan, kematian dan keabadian. Daunnya adalah misteri kegembiraan, durinya adalah misteri sengsara, bunganya adalah misteri kemuliaan, kuncupnya adalah masa kanak-kanak Yesus dan Maria, kelopaknya yang terbuka adalah lambang penderitaan mereka. Mawar yangmerekah melambangkan kemenanan serta kemuliaan Yesus dan Maria.

*    Ada 2 tradisi mengenai asal usul Doa Rosario ini.
1.  Versi pertama adalah pada awal abad 12,
Bunda Maria menampakkan dirinya dan memberikan rosario pada Santo Dominikus pendiriOrdo Dominikan dan meminta Dominiskus untuk mewartakan rosario ini. Pada masa itu Santo Dominikus sedang berjuang melawan kaum bidaah Albigensian. Bunda Maria berjanji bahwa karya kerasulannya akan berhasil jika Dominikus dengan setia mendoakan dan mewartakan Doa Rosario ini. Dalam sejarah akhirnya, Dominikus dan pengikutnya dari abad 12 sampai abad 14 berhasil ' mematikan' bidaah Albigensian dengan jalan menggalakkan Doa Rosario dan merenungkan misteri-misteri penyelamatan. Bersama-sana dengan Ordo Kartusian ( yang membagi doa salam maria dalam 'sepuluh-sepuluhan' dan menyisipkan doa Bapa Kami di antara tiap 'perpuluhan"-nya) menerbitkan buku penuntun, berkothbah tentang peranan doa rosari dan menggalakkan Persekutuan Rosario.
Santo-santo besar lainnya seperti Petrus Kanisius, Philipus Neri, Louis de Montfort, Beato de la Roche, hanya mengikuti jejak Santo Dominikus. Bisa dimaklumi sehingga akhirnya dunia menyakini bahwa Doa Rosario ini berasal dari Santo Dominiskus meskipun pada awal abad 5 pada masa Santo Benedictus, orang sudah mengenal untaian manik-manik untuk menghitung doa vocal yang didaraskan berulang-ulang. Versi kedua, setelah mapan secara historis kemudian mulai mendapat dukungan dari lingkungan kepausan dan dimasukkan dalam bulla kepausan ( surat resmi kepausan menyangkut ajaran Gereja yang harus diimani). Hal ini karena Gereja melihat Doa Rosario menjadi doa perang suci baik ketika Santo Dominikus berperang melawan kaum Albigensian dan kemenangan Armada Laut Kristen atas Turki di Lepanto Timur Tengah tanggal 7 Oktober 1571. Perlu diketahui Armada Laut Turki dibawah pimpinan Halifasha adalah armada laut yang kuat dan sudah menghancurkan semua pelabuhan Katolik di Eropa - Armada Laut Kristen adalah gabungan dari Armada Laut Eropa dibawah pimpinan Don Yuan dari Austria yang tidak memiliki kekuatan yang berarti. Don Yuan dari Austria terkenal mempunyai devosi yang kuada pada Bunda Maria. Pertempuran ini seperti pertempuran Daud dan Goliath. Armada Laut Kristen ketika maju berperang setiap anggotanya memegang rosario di tangan kanan dan senjata di tangan kiri. Sementara itu, Paus Pius V menyerukan kepada setiap orang Katolik di Eropa bersatu berdoa Rosario. Pada saat perang berkobar Persekutuan Rosario Roma sedang mengadakan pertemuan di gereja Minerva, markas besar Ordo Dominikas. Kala itu mereka mendaraskan rosario dengan intensi khusus yakni agar Gereja menang atas musuh-musuhnya. Sehingga Paus Clemens XI ( tahun 1667- 1669) kemudian menentukan hari Minggu pertama bulan Oktober sebagai Pesta Rosario Santa Perawan Maria untuk memperingati kemenangan diLepanto. Isi dokumen dalam bulla kepausan memberikan indulgensi bagi mereka yang berdoa rosario demi ujud yang tercantum dalam bulla tersebut. Dukungan kepausan ini memang tidak untuk mengukuhkan kebenaran mistik Santo Dominikus sebagai fakta sejarah tetapi lebih berupa dukungan untuk mengembangkan devosi kepada Bunda Maria. Tradisi ini memang pernah populer tap secara historis kurang dikenal luas.

2. Versi kedua ini berpusat pada devosi kepada Yesus dan Maria yang muncul pada abad 12.
Pada saat itu ada kerinduan dari Gereja mengikutsertakan rahib dan umat yang tidak mampu membaca menawarkan doa alternatif sebagai ganti mendaraskan 150 mazmur dalam ibadat harian. Karena itu sebagai pengganti mazmur mereka mendaraskan 150 doa bapa kami dengan mengunakan manik manik. Berkembangya devosi kepada Yesus dan Maria maka manik manik itu dipakai untuk mendoakan doa salam maria. Usaha ini sudah dirintis oleh Santo Petrus Damanianus ( sekitar 1072). Doa salam maria lahir dari proses yang panjang dan baru sempurna terbentuk pada abad ke 15. Doa ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama adalah salam malaikat Gabriel kepada Maria, sekitar tahun 1260-an digabungkan denagn Pujian Elizabeth kepada Maria. Kata 'YESUS' sendiri baru ditambahkan pada abad ke 13. Bagian kedua " Santa Maria, Bunda Allah, doakanlah kami yang berdosa ini,sekarang dan waktu kami mati. Amin." Bagian ini ditambahkan pada abad ke 15, sebagai hal yang logis berkenaan dengan ajaran MARIA SEBAGAI BUNDA ALLAH (THEOTOKOS) pada konsili Efesus tahun 431.

3. Natal
 
SEJARAH NATAL
Kata Christmas (Hari Natal) berasal dari kata Cristes maesse, frase dalam Bahasa Inggris yang berarti Mass of Christ (Misa Kristus). Kadang-kadang kata Christmas disingkat menjadi Xmas. Tradisi ini diawali oleh Gereja Kristen terdahulu. Dalam bahasa Yunani, X adalah kata pertama dalam nama Kristus  (Yesus). Huruf ini sering digunakan sebagai simbol suci. Natal adalah hari raya umat Kristiani untuk memperingati hari kelahiran Yesus Kristus. Kisah Natal berasal dari Perjanjian Baru dari Alkitab. Seorang malaikat menampakkan diri pada para gembala dan memberitahu mereka bahwa Sang Juru Selamat telah lahir ke dalam keluarga Maria dan Yusuf di sebuah kandang domba di Betlehem. Tiga orang bijak dari Timur, yang disebut para majus, mengikuti bintang istimewa yang menuntun mereka kepada bayi Yesus, yang mereka sembah dan beri hadiah emas, kemenyan dan mur.
Tidak ada yang tahu tanggal berapa tepatnya hari lahir Kristus, namun kebanyakan orang Kristen memperingati Hari Natal pada tanggal 25 Desember. Pada hari itu, banyak yang pergi ke gereja untuk mengikuti perayaan keagamaan khusus. Selama masa Natal, mereka bertukar kado dan menghiasi rumah mereka dengan daun holly, mistletoe, dan pohon Natal. 
  
*    SEJARAH DAN PERAYAAN NATAL DI MASA LALU
Kisah Natal berasal dari Injil Santo Lukas dan Santo Matius dalam Perjanjian Baru. Menurut Lukas, seorang malaikat memunculkan diri kepada para gembala di luar kota Betlehem dan mengabari mereka tentang lahirnya Yesus. Matius juga menceritakan bagaimana orang-orang bijak, yang disebut para majus, mengikuti bintang terang yang menunjukkan kepada mereka di mana Yesus berada. 
Catatan pertama peringatan hari Natal adalah tahun 336 Sesudah Masehi pada kalender Romawi kuno, yaitu pada tanggal 25 Desember. Perayaan ini kemungkinan besar dipengaruhi oleh perayaan orang kafir (bukan Kristen) pada saat itu. Sebagai bagian dari perayaan tersebut, masyarakat menyiapkan makanan khusus, menghiasi rumah mereka dengan daun-daunan hijau, menyanyi bersama dan tukar-menukar hadiah. Kebiasaan-kebiasaan itu lama-kelamaan menjadi bagian dari perayaan Natal. Pada akhir tahun 300-an Masehi agama Kristen menjadi agama resmi Kekaisaran Romawi.  
Di tahun 1100 Natal telah menjadi perayaan keagamaan terpenting di Eropa, di banyak negara-negara di Eropa dengan Santo Nikolas sebagai lambang usaha untuk saling memberi. Hari Natal semakin tenar hingga masa Reformasi, suatu gerakan keagamaan di tahun 1500-an . Gerakan ini melahirkan agama Protestan. Pada masa Reformasi, banyak orang Kristen yang mulai menyebut Hari Natal sebagai hari raya kafir karena mengikutsertakan kebiasaan tanpa dasar keagamaan yang sah. 
 
Pada tahun 1600-an, karena adanya perasaan tidak enak itu, Natal dilarang di Inggris dan banyak koloni Inggris di Amerika. Namun, masyarakat tetap meneruskan kebiasaan tukar-menukar kado dan tak lama kemudian kembali kepada kebiasaan semula. Pada tahun 1800-an, ada dua kebiasaan baru yang dilakukan pada hari Natal, yaitu menghias pohon Natal dan mengirimkan kartu kepada sanak saudara dan teman-teman. Di Amerika Serikat, Santa Claus (Sinterklas) menggantikan Santo Nikolas sebagai lambang usaha untuk saling memberi. Sejak tahun 1900-an, perayaan Natal menjadi semakin penting untuk berbagai bisnis.
 
*    PERAYAAN KEAGAMAAN
 Bagi kebanyakan orang Kristen, masa Xmas mulai pada hari Minggu yang paling dekat dengan tanggal 30 November. Hari ini adalah hari raya Santo Andreas, salah satu dari keduabelas rasul Kristus. Hari Minggu tersebut disebut hari pertama masa Adven, yaitu masa 4 minggu saat umat Kristiani mempersiapkan perayaan Natal. Kata adven berarti datang, dan mengacu pada kedatangan Yesus pada hari Natal. 
 
Untuk merayakan masa Adven, empat buah lilin, masing-masing melambangkan hari Minggu dalam masa Adven, diletakkan dalam suatu lingkaran daun-daunan. Pada hari Minggu pertama, keluarga menyalakan satu lilin dan bersatu dalam doa. Mereka mengulangi kegiatan ini setiap hari Minggu dalam masa Adven, dengan menambahkan satu lilin lagi setiap kalinya. Sebuah lilin merah besar yang melambangkan Yesus, ditambahkan pada lingkaran daun-daunan itu pada Hari Natal. 
 
Untuk kebanyakan umat Kristiani, masa Adven memuncak pada Misa tengah malam atau peringatan keagamaan lain pada malam sebelum Natal (Malam Natal), tanggal 24 Desember. Gereja-gereja dihiasi dengan lilin, lampu, dan daun-daunan hijau dan bunga pointsettia. Kebanyakan gereja juga mengadakan perayaan pada hari Natal. Masa Natal berakhir pada hari Epifani, tanggal 6 Januari. Untuk gereja Kristen Barat, Epifani adalah datangnya para majus di hadirat bayi Yesus. 
 
Menurut umat Kristen Timur, hari tersebut adalah perayaan pembaptisan Kristus. Epifani jatuh 12 hari setelah hari Natal.
 
*    TUKAR MENUKAR KADO
Kebiasaan untuk tukar menukar kado pada sanak-saudara dan teman-teman pada hari khusus di musim dingin kemungkinan bermula di Romawi Kuno dan Eropa Utara. Di daerah-daerah tersebut, orang-orang memberikan hadiah pada satu sama lain sebagai bagian dari perayaan akhir tahun. 

Pada tahun 1100, di banyak negara-negara Eropa, Santo Nikolas menjadi lambang usaha saling memberi. Menurut legenda, Santo Nikolas membawakan hadiah-hadiah untuk anak-anak pada malam sebelum perayaannya, tanggal 6 Desember. Tokoh-tokoh yang bukan keagamaan menggantikan Santo Nikolas di berbagai negara tak lama setelah reformasi, dan tanggal 25 Desember menjadi hari untuk tukar-menukar kado. Kini di Amerika Serikat, Santa Claus membawakan hadiah untuk anak-anak.
 
Malam NATAL  24 Desember , Hari libur keagamaan dan sekuler. Karena pada dasarnya malam Natal adalah hari raya keagamaan, hari tersebut tidak dianggap sebagai hari libur resmi. Gereja-gereja mengadakan perayaan pada malam itu. Orang-orang memperhatikan gua Natal (replika dari kandang domba tempat Yesus lahir, dengan patung-patung Yesus, Maria, Yosef, gembala-gembala dan hewan-hewan) sambil menyanyikan lagu-lagu Natal. Orang-orang dewasa minum eggnog, semacam susu telur madu, yaitu campuran krim, susu, gula, telur kocok dan brandy (semacam minuman beralkohol) atau rum. 
 
Menurut kisahnya, pada malam Natal, Santa Claus menaiki kereta salju penuh hadiah, ditarik oleh delapan ekor rusa kutub. Santa Claus lalu terbang menembus awan untuk mengantarkan hadiah-hadiah itu kepada anak-anak di seluruh dunia. Untuk mempersiapkan kunjungan Santa, anak-anak Amerika mendengarkan orangtuanya membacakan The Night Before Christmas (Malam Sebelum Natal) sebelum tidur pada Malam Natal. Puisi tersebut dikarang oleh Clement Moore di tahun 1832.
  
Dulu, anak-anak menggantungkan stoking atau kaus kaki besar di atas perapian. Santa turun dari cerobong asap dan meninggalkan permen dan hadiah-hadiah dalam kaus kaki itu untuk anak-anak. Kini, tradisi itu tetap diteruskan, namun kaus kakinya digantikan oleh tas kain merah berbentuk kaus kaki. Xmas juga secara tradisi merupakan saat untuk berhenti bertengkar. Hari Raya Natal (Pesta Natal) 25 Desember Hari ini merupakan hari libur keagamaan maupun sekuler. Umat Kristiani merayakan peringatan kelahiran Yesus dari Nazareth.  
*    PERAYAAN NATAL
Karena sebetulnya Natal merupakan hari raya keagamaan, hari tersebut bukan merupakan hari libur resmi. Namun, karena kebanyakan orang Amerika Serikat adalah orang Kristen, hari itu adalah hari di saat kebanyakan bisnis tutup dan hari di mana paling banyak pekerja, termasuk karyawan pemerintah, diliburkan. Pulang ke rumah (termasuk pulang kampung) merupakan kebiasaan yang sangat dihormati. Selain dari tradisi yang sangat bersifat keagamaan, kebanyakan kebiasaan di saat Xmas juga dilakukan oleh orang-orang yang tidak relijius atau tidak memeluk agama Kristen. Biasanya, umat Kristiani merayakan Xmas menurut tradisi gereja mereka masing-masing. Ada berbagai macam ibadah keagamaan di gereja yang dilakukan oleh keluarga-keluarga sebelum mereka keliling untuk mengunjungi sanak-saudara dan teman-teman.
  
*    NATAL MENURUT TRADISI AMERIKA  
Tukar menukar kado
Mengirim kartu ucapan kepada sanak-saudara dan teman-teman. Menjadi populer sejak tahun 1800-an. Lagu-lagu Natal, yang disebut carol, dinyanyikan dan didengarkan selama masa liburan. Menjadi populer sejak tahun 1800-an. Menghias rumah. Kebanyakan orang Amerika menghias pohon Natal, yaitu pohon cemara atau pohon buatan, di rumah-rumah mereka. Lampu-lampu dan lingkaran daun-daunan dari pohon empat musim, mistletoe dan ucapan Selamat Natal diletakkan di dalam dan di luar banyak rumah. Menjadi populer sejak tahun 1800-an. Makan Malam Natal, seringkali dengan kalkun. Selain itu, banyak yang mengadakan pesta perjamuan persis sebelum dan sesudah Natal.
                    
Santa Claus. Tokoh ini berasal dari kisah lama tentang seorang Santo Kristiani bernama Nikolas dan dari dewa Norwegia yang bernama Odin. Para imigran membawa Bapa Natal atau Santo Nikolas ke Amerika Serikat. Namanya lambat laun berubah menjadi Santa Claus, dari nama Belanda untuk Bapa Natal abad ke-empat, Sinter Claas. Sekalipun asalnya dari mitologi Norwegia sebelum ajaran Kristen, Santa Claus baru menjadi tokoh yang kita kenal sekarang di Amerika Serikat. 
  Orang Amerika memberikannya janggut berwarna putih, mendandaninya dengan baju merah dan menjadikannya seorang tua yang riang dengan pipi yang merah dan sinar di matanya. Santa Claus adalah tokoh mitos yang dikatakan tinggal di Kutub Utara, di mana beliau membuat mainan sepanjang tahun.
 
*    AMAL                   
Natal juga merupakan saat di mana orang Amerika menunjukkan kemurahan hati kepada orang-orang yang kurang beruntung. Uang dikirimkan ke rumah sakit dan panti asuhan atau dibuat dana khusus untuk membantu fakir miskin. Christmas secara tradisi merupakan saat untuk menghentikan segala macam pertempuran dan pertikaian.
Koleksi Cerita Natal & Free e-Card : http://www.top31.net/christmas-story/ 
 
4. ARTI/MAKNA SIMBOL/TRADISI/AJARAN KATOLIK
 
ROTI
Roti dan anggur adalah makanan pokok pada zaman Yesus dan sudah mengandung arti simbolis berhubungan dengan ritus paskah orang Yahudi yang mengingatkan pada pembebasan bangsa.

Israel dari perbudakan di tanah Mesir. Dalam perjamuan kudus (ekaristi), roti dan anggur diartikan sebagai tubuh dan darah Kristus. Melalui sakramen ini kita dibebaskan dari dosa (aspek pengampunan) dan didamaikan kembali dengan Allah dan dengan sesama manusia dan seluruh ciptaan (aspek rekonsiliasi) dan disatukan dalam tubuh Kristus dalam persekutuan yang melampaui batas waktu dan tempat (aspek kesatuan). Seperti anggur-anggur dan biji-biji gandum pernah terpisah tetapi sekarang menjadi satu dalam anggur dan roti, demikian juga kita disatukan sebagai umat Allah oleh tubuh dan darah Kristus.
Dalam abad pertengahan, perbedaan pendapat tentang pemahaman simbol roti dan anggur dan tentang cara kehadiran Yesus dan dalam perjamuan kudus menjadi salah satu pemicu antara gereja katolik, protestan lutheran dan protestan kalvinis. Konsensus ekumenis dewasa ini mencatat bahwa Yesus hadir secara riil dalam ritus perjamuan kudus, tetapi unsur roti dan anggur tidak boleh dipahami secara magis (yang punya kekuatan tersendiri). Menerima roti dan anggur dalam perjamuan kudus membutuhkan iman dan kesiapan untuk bertobat dan didamaikan kembali dengan Allah dan dengan sesama manusia, tetapi tidak berarti bahwa kita harus "bersih" dan "layak" di hadapan Tuhan: pemahaman dan praktek seperti itu memutarbalikkan arti, bahwa hanya oleh anugerah Allah kita sebagai orang berdosa diampuni dan diterima kembali (dalam rangka ini, beberapa praktek tentang disiplin gereja harus dipertanyakan kembali).
Roti (dan anggur) juga digunakan dalam ibadah untuk "perjamuan kasih" (agape) didalamya persekutuan dalam kasih Allah dirayakan (tidak terbatas pada orang Kristen saja). Baik dalam perjamuan kudus, maupun dalam perjamuan kasih dewasa ini, roti dan anggur kadang-kadang diganti oleh makanan dan minuman yang kontekstual (misalnya nasi, air dll.; lihat juga di atas "Padi-beras-nasi").

IKAN
Ikan mengingatkan kita bahwa murid-murid Yesus yang pertama adalah penjala ikan yang dipanggil untuk menjadi "penjala manusia" (Mat 4:19). Selain sebagai simbol untuk orang percaya ikan juga menjadi simbol kebersamaan deng-an Yesus (Mat 14/15; perjamuan dengan Kristus yang bangkit Luk 24:42; Yoh 21:12). Dalam kitab Yunus ikan adalah simbol rahmat dan keselamatan Allah. Dalam gereja mula-mula pada masa penganiayaan orang Kristen ikan sebagai simbol untuk Kristus menjadi tanda pengenal "rahasia" orang.
Kristen. Ini berdasarkan kata bahasa Yunani untuk ikan, yaitu      ("ikhtys"), yang diinterpretasi sebagai singkatan:
 =       ("iesous") = Yesus
 =        ("khristos") = Kristus
 =     ("huios") = Putra
 =     ("theou") = Allah
 =      ("soter") = Penyelamat,
jadi: "Yesus Kristus, Putra Allah, Juruselamat".
Lebih jarang simbol ikan ditemukan dalam bentuk tiga ikan yang membentuk sebuah lingkaran sebagai simbol untuk Allah Tritunggal (lihat "Trinitas").

APA ITU TABERNAKEL?
Kata “Tabernakel” berasal dari bahasa Latin yang berarti “kemah”. Pada mulanya istilah “Tabernakel” digunakan untuk menyebut Kemah Pertemuan yang didirikan Musa di Gunung Sinai. Bangsa Israel adalah bangsa pengembara, mereka mengembara tanpa mempunyai tempat tinggal tetap. Oleh karena itu mereka membutuhkan Rumah Allah yang mudah dibawa sehingga mereka dapat “membawa” Tuhan bersama mereka. Ketika Salomo membangun Bait Allah di Yerusalem, istilah “Tabernakel” digunakan untuk menyebut bangunan tersebut. Namun demikian, Bait Allah yang dibangun Salomo dianggap sebagai Rumah Allah yang tidak sempurna karena dibangun oleh tangan-tangan manusia.
Penulis Kitab Ibrani mengajarkan bahwa Yesus telah memasuki Rumah Allah yang sempurna di surga, karena Ia telah mempersembahkan kurban yang sempurna yang menggantikan semua korban yang lain. Sekarang kita menggunakan istilah “Tabernakel” untuk menyebut Rumah Allah tempat menyimpan Sakramen Mahakudus. Yaitu sebuah model dari “kemah” teragung di mana kelak kita akan tinggal bersama Allah untuk selamanya.
APA ITU SURGA?
Paus Yohanes Paulus II mengatakan kepada kita bahwa seharusnya kita tidak menganggap surga sebagai suatu “tempat”. Bukan maksud Bapa Suci mengatakan bahwa surga itu tidak ada, tetapi ia bermaksud untuk mengatakan bahwa surga bukanlah suatu tempat fisik seperti anggapan banyak orang.
Cara yang lebih baik untuk menggambarkan surga adalah ia itu seseorang. Seseorang itu adalah Bapa. Tuhan mengundang kita untuk berada bersama-Nya dalam kebahagiaan abadi.
Pernahkah kamu memperhatikan bahwa jika kamu sedang bersama dengan seseorang yang mencintaimu dan yang kamu cintai, tidak jadi masalah kalian berada di mana? Kebersamaan itu sendiri adalah sesuatu yang indah serta menyenangkan.
Bukan dinding serta dekorasinya yang membuat suatu bangungan menjadi rumah. Istana yang paling indah pun dapat menjadi “neraka” jika mereka yang tinggal di dalamnya saling membenci. Suatu bilik sederhana dapat menjadi “surga” jika mereka yang tinggal di dalamnya saling mengasihi.
Daripada bertanya seperti apakah surga itu, sebaiknya kita bertanya seperti apakah Tuhan itu? Tuhan adalah Bapa yang Pengasih, seorang Sahabat, seorang yang Sangat Mengasihimu sebagai suatu pribadi. Tuhan akan melakukan apa saja agar kita aman dan bahagia.
Secara sederhana, Tuhan adalah pribadi yang paling keren. Memang bukan suatu istilah yang tepat, tetapi Allah itu sungguh amat baik.
sumber : Romo Richard Lonsdale; Catholic1 Publishing Company; www.catholic1.com
APA ITU API PENYUCIAN?
Dalam salah satu audiensinya Bapa Paus Yohanes Paulus II mengatakan bahwa api penyucian adalah keadaan yang kita alami setelah kita meninggal di mana kita dibersihkan dari segala noda dosa sebelum akhirnya diperkenankan masuk ke dalam surga. Bapa Suci menambahkan bahwa setiap orang yang hidupnya belum sempurna tetapi diperkenankan masuk ke surga harus terlebih dahulu tinggal dalam api penyucian.  "Sebelum kita masuk dalam Kerajaan Allah, setiap noda dosa dalam diri kita harus dibersihkan, setiap cacat dalam jiwa kita harus disempurnakan. Itulah sesungguhnya yang terjadi di api penyucian,” kata Bapa Suci.
Paus melanjutkan bahwa api penyucian juga bukan merupakan suatu tempat, "Api penyucian tidak menunjuk pada suatu tempat, melainkan suatu kondisi kehidupan. Mereka yang, setelah meninggal, tinggal dalam keadaan penyucian telah dibenamkan dalam kasih Kristus, yang akan mengangkat mereka dari sisa-sisa ketidaksempurnaan."
Kemudian Paus mendorong umat Kristen untuk berdoa dan melakukan perbuatan-perbuatan baik demi jiwa-jiwa di api penyucian.
sumber : Romo Richard Lonsdale; Catholic1 Publishing Company; www.catholic1.com
MENGAPA KITA MEMERLUKAN API  PENYUCIAN?
Saudara-saudari kita kaum Protestan bersikeras bahwa hanya ada dua pilihan setelah kita meninggal dunia, yaitu: Surga atau Neraka. Sementara umat Katolik percaya bahwa ada pilihan lain sesudah kita meninggal, pilihan yang membuat kita amat bersyukur yaitu: Api Penyucian. Akan sangat mengerikan sekali jika kita hanya dihadapkan pada dua pilihan saja: Surga dan Neraka, sebab jarang sekali ada orang yang demikian kudus hidupnya sehingga dapat langsung masuk ke surga. Oleh karena Belas Kasihan Allah kepada umat manusia maka kita diberi kesempatan untuk memurnikan diri sebelum masuk ke surga yaitu melalui api penyucian.
Untuk mempermudah pemahaman kita, mari kita menggunakan suatu perumpamaan. Coba bayangkan: kalian diundang untuk menghadiri suatu pesta yang agung. Setiap orang yang hadir mengenakan pakaian serta gaun mereka yang terindah, rambut mereka tertata rapi, dan tubuh mereka bersih serta harum. Tuan rumah membuka pintu dan mempersilakan kalian masuk. Tetapi kalian berdiri di depan pintu dengan pakaian gembel yang bau, rambut kalian acak-acakan, tubuh kalian dekil dan perlu dibersihkan. Apakah kalian akan masuk ke dalam ruang pesta?
Jika kalian bersikeras bahwa api penyucian itu tidak ada, saya akan bertanya: Apa yang membuat kalian yakin bahwa kalian benar-benar bersih dan tanpa noda dosa pada saat kalian meninggal dan dihadapkan ke pengadilan akhir? Bukankah kita semua orang berdosa, yang setiap hari terus-menerus melakukan dosa-dosa kecil yang hanya tampak oleh Allah saja? Oleh karena itu bersukacitalah atas api penyucian di mana kita dapat membersihkan diri kita dari segala dosa sebelum memasuki kemuliaan surgawi yang abadi!
Api Penyucian memang secara spiritual amat menyakitkan sebab jiwa-jiwa yang tinggal di sana sangat ingin berada bersama dengan Allah, tetapi tidak bisa. Pada saat yang sama dalam api penyucian ada sukacita besar sebab jiwa-jiwa yang tinggal di sana percaya bahwa setelah masa tinggal mereka di api penyucian berakhir, maka mereka pasti diperkenankan masuk ke dalam surga.
sumber : For the Love of the Poor Holy Souls in Purgatory; www.poorsouls.net
BAGAIMANA KITA BERDOA BAGI MEREKA YANG TELAH MENINGGAL DUNIA?
Hal paling ampuh yang dapat kita lakukan ialah mengadakan Misa untuk Jiwa-jiwa di Api Penyucian, atau mohon intensi misa (intensi misa = ujub Misa yang terkadang diminta oleh umat) bagi jiwa seseorang yang telah meninggal dunia. Devosi lain yang amat bermanfaat ialah Doa Rosario dan Jalan Salib demi jiwa-jiwa menderita tersebut. Kita juga dapat melakukan matiraga. Semua matiraga kita, bahkan matiraga yang terkecil sekali pun, kita persatukan dengan penderitaan Yesus dan kita persembahkan ke dalam tangan kasih Bunda Maria demi keselamatan jiwa-jiwa di api penyucian. Indulgensi (indulgensi = pengampunan/ penghapusan hukuman dosa di api penyucian) juga berlaku bagi mereka yang telah meninggal dunia. Jadi ingatlah untuk senantiasa berdoa dan melakukan perbuatan-perbuatan baik demi jiwa-jiwa tersebut.
Sebuah buletin berjudul “The Holy Souls Will Repay Us a Thousand Times Over"(Jiwa-jiwa Akan Membalas Kita Seribu Kali Lipat), mengatakan, “Ketika pada akhirnya jiwa-jiwa di api penyucian telah terbebas dari penderitaan mereka dan menikmati sukacita surgawi, mereka tidak akan melupakan saudara-saudarinya yang masih ada di dunia. Ungkapan rasa terima kasih mereka tidak mengenal batas. Sujud menyembah di hadapan Tahta Allah, mereka tak henti-hentinya berdoa bagi saudara-saudarinya yang telah mendoakannya. Dengan doa-doanya, jiwa-jiwa itu melindungi saudara-saudarinya dari mara bahaya serta dari segala kejahatan yang mengancam. Dan kelak, ketika saudara-saudarinya itu tiba di api penyucian, jiwa-jiwa itu akan mendoakan mereka sehingga masa tinggal mereka di api penyucian dapat dipercepat dan diperingan atau bahkan mereka dapat memperoleh pengampunan SEUTUHNYA.” (Imprimatur: Herbert Cardinal Vaughan).
"Yesus, Maria, aku mengasihi-Mu, selamatkanlah jiwa-jiwa."
sumber : For the Love of the Poor Holy Souls in Purgatory; www.poorsouls.net
5. Sakramen-sakramen dalam Gereja katolik
 1. SAKRAMEN BAPTIS
Baptis merupakan inti serta langkah awal yang paling penting untuk menjadi seorang Kristen. Baptis merupakan sakramen. Artinya, "bahasa isyarat" dari Tuhan. Bahasa isyarat seringkali mempunyai pengaruh lebih besar daripada bahasa-bahasa lain. Sebab bahasa isyarat itu bersifat umum. Dalam sakramen, Tuhan menggunakan benda-benda biasa seperti air, roti, minyak zaitun serta tindakan tertentu untuk berbicara secara langsung kepada jiwa kita. Tidak seperti bahasa isyarat yang lain, bahasa isyarat Tuhan mempunyai kuasa untuk mengubah orang yang dijamahnya. Yang mengejutkan, bahasa isyarat dalam sakramen baptis kadang-kadang bukan hanya sekedar air, tetapi juga  menenggelamkan atau pun merendam dalam air. Jika kamu memasukkan suatu barang ke dalam suatu cairan, maka cairan itu akan berubah atau barang yang kamu rendam itu berubah. Misalnya saja, jika kamu merendam sehelai baju yang terkena noda ke dalam air yang telah diberi bubuk deterjen, maka bubuk itu akan menghilangkan noda baju. Kita semua dilahirkan ke dunia dengan noda: ketidakacuhan dan ketamakan. Dalam sakramen baptis kita direndam dan dibersihkan dalam Nama Yesus. Yesus membersihkan dan mengisi hidup kita. Lambat laun hidup kita akan menjadi seperti Kristus, namun tanpa kehilangan identitas pribadi kita. Lambat laun hidup kita menyatu dengan hidup-Nya. Kita menjadi bagian hidup-Nya dan Ia menjadi bagian hidup kita.
Gereja Katolik mengajarkan bahwa seseorang dapat menerima Sakramen Pembaptisan dengan salah satu dari ketiga cara berikut. Yang pertama adalah DENGAN AIR. Ini adalah cara yang paling umum. Air dituangkan ke kepala seseorang, atau orang tersebut seluruhnya dibenamkan ke dalam air. Kedua cara tersebut dapat diterima. Yang dipergunakan haruslah betul-betul air, bukan cairan yang lain.
PEMBAPTISAN DENGAN DARAH:
Jika seseorang rindu untuk dibaptis, tetapi ia wafat sebagai martir sebelum menerima Sakramen, Gereja percaya bahwa ia telah dibaptis oleh kemartirannya.  
PEMBAPTISAN KARENA KERINDUAN: Jika seseorang rindu untuk menjadi bagian dari Yesus dan Gereja-Nya, tetapi oleh karena suatu alasan tertentu tidak dapat menerima pembaptisan. Meskipun ia meninggal tanpa pernah menerima Sakramen, kerinduannya yang mendalam untuk menerima pembaptisan telah memungkinkannya menerima buah-buah pembaptisan yang sama seperti jika ia menerima Sakramen.
 sumber : Romo Richard Lonsdale; Catholic1 Publishing Company; www.catholic1.com; tambahan: Katekismus Gereja Katolik edisi Indonesia, Propinsi Gerejani Ende 1995, Percetakan Arnoldus - Ende 
2. SAKRAMEN PENGUATAN/KRISMA
Mungkin banyak di antara kalian yang sedang mempersiapkan diri untuk menerima Sakramen Penguatan. Mengertikah kalian apa itu Sakramen Penguatan? Dapatkah kalian menjelaskannya kepada teman-teman kalian secara ringkas dan sederhana? Pada dasarnya ada dua hal yang perlu kalian pahami:
Sakramen adalah semacam bahasa isyarat. Jika kalian pernah mencoba berbicara kepada seseorang yang tidak mengerti bahasa kalian, mungkin kalian akan menggunakan gerak isyarat agar maksud kalian itu dipahami olehnya. Gerak isyarat itu dapat sederhana seperti mengusap-usap perutmu jika kamu lapar atau mengisyaratkan "OK" dengan menjentikkan ibu jari dan jari tengahmu. Tuhan menggunakan bahasa isyarat jika Ia berbicara kepada kita, karena kita tidak paham bahasa Tuhan. Tuhan itu Roh, jadi bahasa Tuhan adalah bahasa roh. Untuk mempermudah komunikasi-Nya dengan kita, Tuhan berbicara kepada kita melalui tindakan atau isyarat. Sakramen adalah bahasa isyarat dari Tuhan. Sakramen menyampaikan pesan dari Tuhan saat perubahan-perubahan besar terjadi dalam hidup kita. Seperti misalnya: kelahiran, tumbuh dewasa, pernikahan dan sakit parah.
Setiap kali, Tuhan mengirimkan pesan yang berbeda-beda sesuai dengan perubahan yang terjadi pada diri kita. Pada umumnya Tuhan menyampaikan pesan bahwa Ia mengasihi kita, Ia senantiasa bersama kita, dan akan memelihara kita, apa pun yang terjadi. Sakramen Penguatan adalah sakramen yang membimbing kita untuk tumbuh dewasa. Ketika kita dilahirkan, kita tinggal dalam dunia yang sempit. Dunia itu terdiri dari orangtua, kakak serta adik. Kita tinggal dalam dunia keluarga karena kita belum siap untuk berhubungan dengan dunia yang lebih luas. Demikian juga, kita adalah bagian dari dunia sempit yang lain, yaitu paroki. Pada mulanya mungkin kita tidak menyadarinya, tetapi mereka menyentuh dan mempengaruhi hidup kita. Lambat laun dunia kita berkembang semakin luas. Ketika kita bersekolah, kita menjadi sadar bahwa dunia sekolah jauh lebih luas dari dunia keluarga. Mungkin pada awalnya kita merasa takut. Ingatkah kamu bagaimana perasaanmu pada hari pertama bersekolah? Kamu membutuhkan bantuan untuk berkenalan dan bermain dengan anak-anak lain. Sebagian dari anak-anak itu sama sekali berbeda dengan kakak atau adikmu. Mungkin kamu punya seorang sahabat atau kakak atau saudara yang membantumu melewati masa-masa itu. Ia yang menasehati kamu bagaimana menghadapi duniamu. Nah, itulah sebenarnya Sakramen Penguatan itu, yaitu bagian untuk bertumbuh dan berkembang dalam dunia Tuhan. Awalnya hanya parokimu saja. Dengan Sakramen Penguatan duniamu semakin luas. Sekarang kamu menyadari bahwa kamu bagian dari suatu keuskupan. Yaitu sekelompok orang yang memiliki iman yang sama tetapi tinggal tersebar di daerah yang lebih luas yang dipimpin oleh seorang Uskup. Teman yang membimbingmu adalah Allah Roh Kudus.
Tadi sudah saya katakan bahwa sakramen adalah salah satu bentuk dari bahasa isyarat - gerak isyarat atau tindakan yang dilakukan Tuhan untuk berkomunikasi dengan kita. Apa saja  gerak isyarat tersebut? Ada dua gerak isyarat Tuhan dalam Sakramen Penguatan. Bapa Uskup yang melakukannya atas nama Tuhan.  Yang pertama, Ia menumpangkan tanganNya di atas kepala kita.  Yang kedua, Ia mengolesi kening kita dengan minyak krisma, yaitu campuran minyak dan balsem harum dari pohon zaitun. Bau harum itu dimaksudkan untuk menghilangkan bau tidak enak dari minyak zaitun. Apa sebenarnya yang hendak Tuhan sampaikan melalui dua gerak isyarat itu?
Penumpangan tangan. Sentuhan tangan - seperti jabat tangan -  adalah isyarat penerimaan. Di masa lampau seseorang akan menumpangkan tangan ke atas kepala atau menumpangkan tangan ke atas bahu orang lain untuk menyatakan sesuatu. Ketika Bapa Uskup menumpangkan tangannya atasmu, Tuhan berkata kepadamu, "Aku mengasihi engkau, Aku ingin agar engkau menjadi bagian dari Keluarga-Ku, Gereja-Ku."
Apa artinya minyak Krisma? Ketika kamu masih kanak-kanak, pernahkah ibumu menggosok dadamu dengan Vicks Vaporub ketika kamu pilek? Atau mungkin menggosok kakimu yang keseleo? Kamu akan segera merasa nyaman karena dua hal. Pertama, obat gosok itu meresap ke dalam kulitmu dan menghangatkan tubuhmu sehingga kamu merasa nyaman. Kedua, karena kamu menikmati sentuhan dari orang yang mengasihimu. Sama halnya dalam Sakramen Penguatan. Tuhan menyentuhmu dan menawarkan kesembuhan bagimu dari segala macam beban yang kamu pikul selama bertumbuh. Tuhan berkata kepadamu, "Aku tidak akan tinggal jauh darimu, Aku sungguh memperhatikan kamu karena kamu adalah pribadi yang berharga bagi-Ku." Kita pun perlu melakukan sentuhan fisik dengan orang-orang yang kita kasihi. Sebagian dokter menggunakan sarung tangan ketika mereka menyentuh pasien. Mungkin mereka takut pasiennya menderita kusta, AIDS, atau penyakit lainnya. Tetapi Tuhan tidak pernah berbuat begitu.
Suatu ketika seorang penderita kusta datang kepada Yesus dan berkata, "Tuhan, jika Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku." Sesungguhnya ia hendak mengatakan bahwa Yesus memiliki kuasa untuk menyembuhkannya dengan sentuhan-Nya. Masa itu orang banyak mengira bahwa kusta adalah penyakit menular yang sangat mengerikan, seperti AIDS sekarang. Sesungguhnya pertanyaan orang kusta itu adalah, "Apakah Engkau sungguh mengasihi aku sehingga Engkau mau menyembuhkan aku?" Jawab Yesus kepadanya, "Aku mau, jadilah tahir." Dalam Sakramen Penguatan Tuhan menjamahmu dengan tangan-Nya yang menyembuhkan. Yang terindah dari bahasa isyarat Tuhan adalah ia menggenapi apa yang dijanjikan-Nya. Sakramen Penguatan menjanjikan bimbingan agar kamu tumbuh serta menjadi kuat dalam hidup rohanimu dan dalam Gereja Dunia.
sumber : Romo Richard Lonsdale; Catholic1 Publishing Company; www.catholic1.com
3. Sakramen Ekaristi
 M@ Mengapa Imam memecahkan sekeping kecil Komuni dan meletakkannya dalam piala?
APA ITU MISTERI EKARISTI?
Yesus hadir di dunia sekarang ini dengan berbagai cara, tetapi Ekaristi adalah saat di mana Yesus hadir secara paling istimewa. Saat Misa, imam mengucapkan doa khusus yang merupakan pengulangan kata-kata Yesus pada Perjamuan Malam Terakhir bersama dengan para murid-Nya, "Inilah Tubuh-Ku. Inilah Darah-Ku." Dengan kuasa Allah, Yesus hadir dalam Ekaristi saat imam mengucapkan kata-kata tersebut. Meskipun yang kita lihat hanyalah sepotong hosti putih yang kecil, yang bentuknya seperti roti dan rasanya juga seperti roti, namun demikian sejak saat konsekrasi (saat imam mengucapkan doa tersebut) hosti bukan lagi roti, melainkan Tubuh dan Darah Yesus yang hadir dalam Ekaristi. Yah, memang sulit untuk memahaminya - malahan, rasanya tidak mungkin membayangkannya.
Namun, itulah kebenaran yang disampaikan Yesus kepada kita, dan kita percaya pada-Nya. Banyak orang yang mempunyai pengalaman yang menakjubkan mengenai kehadiran Yesus saat mereka menerima Ekaristi dalam Komuni Kudus. Yesus mengasihi kita dan menyerahkan nyawa-Nya bagi kita. Ia ingin senantiasa bersama-sama kita sampai akhir jaman. Sebaliknya, Ia pun berharap kita mau membalas kasih-Nya. Yesus menantikan balasan cinta kita kepada-Nya dalam Ekaristi. Kita dapat mengatakan pada-Nya bahwa kita mencitai-Nya ketika kita menerima Komuni Kudus dan ketika kita berdoa kepada-Nya kapan pun juga.
sumber : My Friend; St. Thomas Corner; www.daughtersofstpaul.com/myfriend
MENGAPA ROTI KOMUNI DISEBUT HOSTI?
Hosti berasal dari bahasa Latin `Hostia', artinya kurban. Ketika Yesus wafat disalib, Ia mempersembahkan Diri-Nya sebagai kurban untuk menghapus dosa-dosa dunia. Kurban adalah sesuatu yang kamu relakan bagi orang lain. Selama Masa Prapaskah kita berkurban tidak makan permen atau menonton acara TV favorit kita sebagai silih atas dosa-dosa kita terhadap Tuhan.
Ketika kita menerima Hosti, kita mempersatukan diri dengan kurban Kristus. Kita juga mengatakan kepada Tuhan bahwa kita menyesal atas dosa-dosa kita. Tuhan menjawab, “Baiklah, Aku mengampunimu.”
sumber : Romo Richard Lonsdale; Catholic1 Publishing Company; www.catholic1.com  
MENGAPA HOSTI BENTUKNYA BUNDAR?
Kadang-kadang kita menerima Komuni Kudus apa adanya. Kita maju untuk menerima hosti putih tanpa sungguh-sungguh berpikir tentangnya. Karena iman, kita percaya bahwa hosti yang kita terima itu adalah Tubuh Kristus, tetapi pernahkah kalian berpikir tentang hosti yang kalian terima itu? Misalnya saja, mengapa bentuknya bundar?
Sebenarnya hosti tidak harus berbentuk bundar atau pun bentuk khusus lainnya. Sebagian Imam Katolik Roma menggunakan roti altar yang besar dan memecah-mecahkannya sehingga potongan-potongannya memiliki bentuk serta ukuran yang tidak beraturan. Sebagian imam lainnya menggunakan roti yang dipotong-potong berbentuk kubus sebagai hosti.
Namun demikian, pada umumnya Gereja Katolik menggunakan hosti yang bentuknya bundar karena dua alasan: 1. Lebih mudah ditelan. 2. Bentuknya yang bundar serupa dengan bentuk roti tradisional yang biasa dibuat di tanah kelahiran Yesus. Mungkin kalian tahu roti Syrian atau roti "pita". Pita berasal dari bahasa Arab yang artinya bundar (kata 'pizza' juga berasal dari kata ini). Jadi hosti dibuat bentuknya bundar untuk mengingatkan kita akan roti yang dipakai oleh Yesus. Lain kali saat kalian menerima komuni, pandanglah hosti yang kalian terima baik-baik. Mungkin kalian menemukan hal-hal baru lainnya di sana.
sumber : Romo Richard Lonsdale; Catholic1 Publishing Company; www.catholic1.com  
APAKAH HOSTI BISA RUSAK?
Ada suatu mitos yang mengatakan bahwa begitu hosti telah dikonsekrasikan dan menjadi Tubuh Kristus, hosti tidak akan pernah bisa rusak. Hal ini tidak benar, karena Komuni Kudus masih tetap memiliki kualitas roti dan anggur meskipun keduanya telah sepenuhnya diubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Roti dan anggur tetap memiliki rasa dan rupa asalnya dan tetap memiliki sifat-sifat asalnya pula, misalnya batas kadaluarsanya.
Jarang sekali terjadi hosti melampaui batas kadaluarsanya, karena dua alasan:
1.     Tingginya tingkat yang dibagi dan terbatasnya jumlah yang dikonsekrasikan, menjamin hosti dipergunakan sesegera mungkin.
2.     Hosti relatif kering karena tidak mengandung ragi. Keadaan lembab menyebabkan berkembang biaknya bakteri - keadaan kering menghalangi terjadinya hal tersebut.
Pada umumnya, imam mengkonsekrasikan hanya cukup hosti untuk sekali Misa, dengan sedikit sisa untuk keperluan kunjungan kepada mereka yang sakit. Diakon yang menghantar Hosti Kudus kepada orang-orang sakit mempergunakan hosti sesuai keperluan dan mengembalikan sisanya ke Tabernakel Gereja. Dalam menghantar Hosti Kudus, Diakon harus sungguh cermat memperhatikan apakah hosti yang hendak ia bagikan sudah dikonsekrasikan atau belum.
Bagaimana jika hosti sungguh menjadi rusak? Di kebanyakan gereja terdapat suatu wastafel khusus yang disebut “Sacrarium”.  Wastafel ini tidak menyalurkan airnya ke pipa-pipa pembuangan, tetapi langsung ke tanah. Jika hosti yang telah dikonsekrasikan menjadi rusak, imam akan merendamnya dalam air hingga larut, lalu menuangkanairnya ke dalam Sacrarium. Hosti tidak boleh dikubur atau dibakar.
sumber : Romo Richard Lonsdale; Catholic1 Publishing Company; www.catholic1.com  
ADORASI SAKRAMEN MAHAKUDUS
Ketika kamu maju untuk menerima Komuni Kudus di gereja, pernahkah kamu bertanya kepada dirimu sendiri, “Apakah yang aku makan?” Wah, itu pertanyaan yang salah! Komuni Kudus bukan suatu benda!
Seharusnya kamu bertanya, “Siapakah yang aku terima?” Komuni Kudus adalah seorang pribadi. Yaitu pribadi Yesus dari Nazaret - orang yang sama yang dilahirkan pada hari Natal dan yang wafat disalib, Putra Tunggal Allah yang Kekal.
Orang sering melupakan hal ini karena Komuni tidak seperti seorang manusia atau pun suatu makhluk ilahi. Ketika kita menerima Komuni Pertama kita, mungkin kita memikirkannya, tetapi kemudian kita segera lupa akan hal tersebut.
Gereja melakukan sesuatu untuk mengingatkan kita, yaitu dengan “Adorasi”. Adorasi membantu kita menyadari bahwa Tuhan sungguh nyata hadir secara pribadi dalam Sakramen Mahakudus. Imam mentahtakan Hosti Kudus dalam suatu tempat yang disebut monstran (artinya `mempertontonkan'). Kita bersembah sujud pada Yesus. Kita mengatakan pada-Nya betapa kita mencintai-Nya dan menyembah-Nya. Inilah yang disebut “Adorasi Sakramen Mahakudus”. Kita tidak menyembah roti, tetapi kita menyembah Putra Allah.
Pada akhirnya, Yesus Sendiri memberkati kita secara pribadi. Sesungguhnya, bukan imam yang memberkati, melainkan Tuhan Sendiri.
sumber : Romo Richard Lonsdale; Catholic1 Publishing Company; www.catholic1.com  
MENGAPA YESUS MEMPERGUNAKAN ANGGUR UNTUK KOMUNI?
Alkohol dapat menimbulkan banyak sekali akibat buruk pada manusia. Alkohol dapat menyebabkan kecanduan serta gangguan kesehatan yang serius. Ketergantungan pada alkohol dapat menghancurkan keluarga dan pekerjaan. Jika demikian, mengapa Yesus mempergunakannya dalam Komuni Kudus?
Pada jaman Yesus, anggur adalah minuman yang paling umum. Air sulit didapat dan biasanya kurang aman untuk diminum. Susu cepat sekali menjadi basi dan harus diminum pada pagi hari. Orang-orang dalam Kitab Suci biasanya menambahkan air untuk mengencerkan dan mengurangi kepekatan anggur. Hal itu dilakukan agar anggur tidak terlalu keras bagi mereka.
Anggur mempunyai daya penyembuh. St Paulus menganjurkan Timotius untuk meminumnya. “Janganlah lagi minum air saja, melainkan tambahkanlah anggur sedikit, berhubung pencernaanmu terganggu dan tubuhmu sering lemah.” (1 Timotius 5:23). Jika kalian tidak meminumnya secara berlebihan, anggur dapat meredakan kegelisahan kalian dan memperlancar kerja pencernaan. Jika kalian meminumnya terlalu banyak, anggur dapat menyebabkan gangguan fisik dan emosional.
Pada dasarnya Yesus menghendaki agar kita merasa tenang dan nyaman dengan kehadiran-Nya. Ia menghendaki agar Komuni merupakan pengalaman yang menyenangkan bagi kita. Terlalu banyak orang yang menyambut komuni dengan dingin tanpa perasaan. Yesus ingin bersama-sama dengan kita tidak dengan cara yang menakutkan. Oleh karena itu Ia mempergunakan makanan dan minuman yang umum digunakan.
sumber : Romo Richard Lonsdale; Catholic1 Publishing Company; www.catholic1.com  
MENGAPA IMAM MEMBASUH TANGANNYA DALAM PERAYAAN MISA?
Dalam Liturgi Ekaristi, yaitu pada bagian Persembahan, imam membasuh tangannya dengan airserta mengeringkannya dengan lap.
Membasuh tangan adalah hal yang biasa dilakukan para imam dalam Perjanjian Lama sesaat sebelum mereka mempersembahkan kurban persembahan di Bait Allah. Kurban tersebut haruslah murni serta tak bercela, jadi imam membasuh tangannya untuk menghilangkan segala noda rohani darinya. Dianggap bahwa dosa dapat ditangkap dengan sentuhan, karenanya imam berusaha menghilangkan “dosa” tersebut dengan suatu upacara.
Ponsius Pilatus membasuh tangannya sebelum menyerahkan Yesus untuk dihukum mati. Dengan demikian, ia ikut ambil bagian dalam mempersembahkan Kurban Salib. Sekarang para imam membasuh tangan mereka dalam Misa untuk mempersembahkan kurban yang sama, yaitu Kurban Misa yang kudus.
sumber : Romo Richard Lonsdale; Catholic1 Publishing Company; www.catholic1.com
MENGAPA IMAM MENAMBAHKAN AIR KE DALAM ANGGUR PADA WAKTU MISA?
Sebagian orang percaya bahwa imam melakukannya untuk melambangkan persatuan antara kita dengan Tuhan dalam Komuni. Air melambangkan manusia.
Dahulu, anggur adalah minuman yang biasa dihidangkan pada waktu bersantap. Air dan cairan-cairan lainnya seringkali kurang aman oleh karena kuman-kuman. Alkohol yang terkandung dalam anggur bekerja sebagai pembasmi kuman. Orang menambahkan air ke dalam anggur untuk menipiskannya dan juga mengurangi kadar alkoholnya.
Alasan ketiga yang sederhana adalah untuk menjadikannya cukup. Jika para tamu datang, air akan dicampurkan ke dalam anggur untuk menjadikannya cukup. Sama seperti halnya orang memecah-mecahkan roti agar lebih banyak orang dapat memakannya. Menuangkan air ke dalam anggur adalah suatu tanda keramah-tamahan pada masa Gereja Perdana. Mereka siap menerima siapa saja yang datang ke perjamuan kudus mereka.
sumber : Romo Richard Lonsdale; Catholic1 Publishing Company; www.catholic1.com
MENGAPA IMAM MEMECAHKAN SEKEPING KECIL KOMUNI DAN MELETAKKANNYA DALAM PIALA?
Ada banyak penjelasan simbolik dari tindakan yang biasa disebut “memecah-mecahkan Hosti” ini. Alasan sebenarnya mungkin lebih sederhana.
Sari buah anggur tetap berfermentasi walaupun telah menjadi anggur. Lama-kelamaan anggur akan menjadi cuka dan mempunyai rasa yang asam.
Di masa lampau, orang biasa meletakkan sepotong roti dan membiarkannya mengapung dalam anggur untuk menyerap asam sehingga anggur menjadi lebih lezat rasanya. Hal tersebut mungkin karena roti adalah sesuatu yang padat dan tetap mengapung dalam anggur.
Di Eropa, dalam abad pertengahan, orang membakar rotinya terlebih dahulu (toast) untuk mencegah agar roti tidak menjadi terlalu lembek. Hal ini menjadi salah satu alasan mengapa orang masih membicarakan `toast' (roti panggang atau bersulang) ketika mereka minum anggur.
sumber : Romo Richard Lonsdale; Catholic1 Publishing Company; www.catholic1.com
MENGAPA ORANG KATOLIK TIDAK BERBAGI KOMUNI DENGAN ORANG KRISTEN YANG LAIN?
Pada dasarnya ada dua macam Gereja Kristen: yang Independen dan yang Saling Berhubungan. Gereja independen adalah gereja yang masing-masing anggotanya bertanggung jawab secara pribadi atas keselamatannya dan tidak diperlukan pertanggungjawaban kepada kelompok lain yang lebih besar. Kebanyakan gereja Protestan termasuk dalam kelompok ini. Keuntungannya ialah gereja independen memberikan lebih banyak keleluasaan dan kebebasan pribadi bagi masing-masing anggotanya. Kelemahannya ialah beban yang dipikul masing-masing pribadi terasa berat. Gereja yang Saling Berhubungan adalah gereja yang masing-masing anggotanya saling berbagi tanggung jawab dengan seluruh komunitasnya demi keselamatan bersama. Gereja Katolik Roma termasuk dalam kelompok ini. Keuntungannya ialah tidak seorang pun anggotanya yang harus memikul tanggung jawab yang berat itu seorang diri. Kelemahannya ialah anggotanya kurang dapat mengembangkan inisiatif pribadi.
Gambaran di atas hanyalah penjelasan singkat mengenai salah satu dari perbedaan-perbedaan yang ada antara gereja Katolik dan Protestan. Gereja-gereja independen memberikan kebebasan kepada masing-masing pribadi untuk menentukan apakah mereka percaya kepada komuni atau tidak. Sebagian berpendapat bahwa komuni hanyalah suatu kenangan akan tindakan Yesus, sementara yang lain percaya bahwa komuni adalah sungguh Tubuh dan Darah Kristus. Orang Katolik yakin bahwa Komuni adalah sungguh Tubuh dan Darah Kristus. Kita percaya bahwa Komuni adalah persekutuan antara semua anggota gereja sebagai saudara yang saling berhubungan satu sama lainnya dan Komuni adalah persekutuan antara kita dengan Yesus secara pribadi.
sumber : Romo Richard Lonsdale; Catholic1 Publishing Company; www.catholic1.com  
DAFTAR ISTILAH
* KOMUNI: Tubuh dan Darah Kristus dalam rupa roti dan anggur yang telah disucikan dalam Misa Kudus.
* KOMUNIO: bersatu dengan orang lain dalam suatu ikatan persahabatan.
* KONSEKRASI: Mempersembahkan dan menguduskan. Imam mengkonsekrasikan roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus.
* EKARISTI: Bahasa Yunani yang artinya “Ucapan Syukur”. Kita mengucap syukur kepada Tuhan atas hadiah yang istimewa, yaitu Tubuh dan Darah Kristus dalam rupa roti dan anggur.
* KUDUS: Suci, tidak seperti hal-hal biasa, tetapi seperti Allah
* DIAKON, DIAKONES: Pria atau wanita yang diberi hak istimewa untuk membagikan Komuni Kudus.
* HOSTI: Nama dari roti yang telah diubah menjadi Tubuh Kristus
* MISA: Upacara di mana dilakukan konsekrasi. Misa berasal dari bahasa Latin yang artinya “misi”. Kita mempunyai misi atau tugas untuk mewartakan Kasih Allah kepada segenap umat manusia ke seluruh dunia.
* IMAM: Seorang pria yang telah ditahbiskan (diberi kuasa) oleh Bapa Uskup. Hanya seorang imam atau seorang Uskup boleh mengkonsekrasikan roti dan anggur.
* MONSTRAN: Artinya “tempat kaca”. Gereja menggunakan Monstran untuk menghormati Yesus dalam rupa Sakramen Maha Kudus. Hosti ditempatkan dalam Monstran dan umat menyembahnya. Devosi ini disebut Adorasi / Penyembahan Sakramen Mahakudus.
Menuju Perayaan Ekaristi yang Benar:
Sekilas tentang Redemptionis Sacramentum
oleh: Rm Alex I. Suwandi, Pr
Tahun 2005dicanangkan sebagai Tahun Ekaristi. Pada hari Kamis Putih 17 April 2003, Paus Yohanes Paulus II menerbitkan sebuah ensiklik khusus tentang Ekaristi, “Ecclesia de Eucharistia” [Ensiklik no 52]. Paus memberikan mandat kepada Kongregasi untuk Ibadat dan Disiplin Sakramen-sakramen bekerja sama dengan Kongregasi Ajaran Iman untuk mempersiapkan instruksi yang berisikan disiplin tentang Sakramen Ekaristi. Instruksi itu telah selesai 19 Maret 2004 dan diterbitkan pada tanggal 25 Maret 2004 dengan judul “Redemptionis Sacramentum” berisi 8 bab dan memuat 186 artikel. Instruksi tersebut ditandatangani oleh Prefek Kongregasi untuk Ibadat dan Disiplin Sakramen-sakramen, Kardinal Francis Arinze dan Sekretaris Uskup Agung Domenico Sorrentino.
Penyimpangan
Instruksi ini mengungkapkan bahwa selama ini terjadi banyak penyimpangan dalam pelaksanaan Perayaan Ekaristi, yaitu adanya ungkapan-ungkapan dan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan tradisi dan ajaran Gereja Katolik Roma, sehingga terjadi ketimpangan antara lex orandi dan superficial. Padahal tidak seorang pun, bahkan tidak seorang imam pun, diperbolehkan mengubah, menambah atau mengganti liturgi gereja, kecuali Tahta Suci dan Uskup Diosesan dalam batas-batas wewenang menurut hukum.
Pada tahun 1970, Vatikan telah mengumumkan agar segala bentuk eksperimen yang berhubungan dengan Misa dihentikan. Permintaan ini diulangi lagi pada tahun 1988. Namun yang terjadi adalah improvisiasi dan eksperimen yang masih terus berlangsung di banyak tempat dan oleh banyak imam maupun awam. Tahta Suci merasa prihatin akan hal ini dan karenanya merasa perlu mengeluarkan instruksi tentang Misa Kudus, agar kesucian dan sifat kesatuan universal ritus Roma tidak dilukai dan menjadi kabur.
Perkebangan yang Terjadi dalam Gereja Katolik di Indonesia Kini:
 Banyak umat awam terlibat dalam Misa, tidak hanya sebagai lektor, akolit, misdinar, tetapi juga sebagai pembagi komuni [prodiakon]. Ini suatu hal yang baik dan dihargai, namun semuanya itu harus sesuai dengan perannya yang tepat.
 Banyak orang menyangka bahwa Roma hanya memperbolehkan misdinar laki-laki, karena dari sini banyak muncul panggilan imamat. Tahta Suci tidak melarang perempuan menjadi misdinar [no 47].
 Mengenai prodiakon, dikatakan bahwa mereka bertugas bukanlah demi partisipasi penuh awam dalam Perayaan Ekaristi, tetapi lebih-lebih dari kodratnya, bersifat pelengkap dan sementara, karena terbatasnya jumlah imam [no 151].
 Karena hanya imamlah pelayan sesungguhnya dari Sakramen Ekaristi, nama yang tepat bagi petugas awam ini adalah “pelayan luar biasa Komuni Suci” dan bukan “pelayan khusus Komuni Suci” dan juga bukan “pelayan luar biasa dari Ekaristi” ataupun “pelayan khusus Ekaristi”, karena nama-nama ini tidak cocok dan terlalu luas fungsinya [no 156].
 Dalam menjalankan tugasnya, prodiakon tidak boleh mendelegasikan pelayanannya kepada orang lain [no 159].
 Diingatkan bahwa prodiakon tidak boleh membawa Hosti Kudus ke rumahnya [no 132].
 Prodiakon harus langsung membawa Hosti Kudus kepada orang sakit, tanpa singgah terlebih dahulu di tempat lain untuk suatu urusan profan tertentu [no 133].
 Peralatan Misa untuk Tubuh dan Darah Kristus haruslah terbuat dari barang berharga. Ketentuan ini mengandung arti bahwa dengan menggunakan barang-barang tersebut, kita memberikan kehormatan dan kemuliaan bagi Allah. Maka janganlah dipakai benda-benda umum / yang berkualitas jelek / benda-benda antik / artistik yang terbuat dari gelas, tanah liat atau materi yang mudah pecah [no 117].
 Busana imam saat merayakan Misa adalah Alba, Stola dan Kasula. Imam tidak boleh tidak memakai stola [no 123].
 Bertentangan dengan ketentuan dalam buku-buku liturgi, apabila imam merayakan Misa atau ritus lainnya harus mengenakan busana suci. Tidak diperkenankan merayakannya hanya dengan stola di atas busana religius [jubah biara] / di atas pakaian awam biasa [no 126].
Imam tidak diperkenankan merayakan Misa di kuil / tempat suci agama non-Kristen lainnya [no 109].
Poin-poin di mana penyimpangan Terjadi:
 Awam, bahkan seorang bruder / suster, tidak diperkenankan membacakan Injil dalam Misa, hanya imam [no 63].
 Bacaan Kitab Suci tidak boleh dihilangkan atau diganti atas inisiatif sendiri atau diganti dengan bacaan-bacaan non-Biblis [no 62].
 Awam termasuk seminaris, mahasiswa teologi dan petugas pastoral tidak diperkenankan menyampaikan khotbah dalam Misa Kudus [no 64,66].
 Hanya imam yang menyampaikan khotbah. Khotbah harus berdasarkan Kitab Suci dan berujung pangkal pada Kristus, bukan hanya berceritera tentang politik atau hal-hal profan [no 67].
 Di luar Misa, awam dapat berkhotbah, namun kuasa untuk memberi izin berkhotbah ini berada di tangan Uskup, bukan imam atau diakon [no 161].
 Jika awam ingin menyampaikan kesaksian tentang hidup Kristianinya, kesaksian tersebut sebaiknya dilakukan di luar Misa. Hanya dengan alasan khusus dan berat, kesaksian iman dapat diizinkan dalam Misa, namun hal itu dilakukan sesudah Doa Penutup [no 74].
 Kecenderungan awam berperan sebagai klerus ( klerikalisasi) harus dihindari.
 Untuk menyambut Hosti Kudus, seseorang harus bersih dari dosa berat. Karena itu, setiap orang yang memiliki dosa berat harus menerima Sakramen Tobat sebelum menyambut Komuni Kudus. Imam yang berdosa berat, tidak boleh merayakan Misa sebelum menerima Sakramen Tobat [no 81].
 Umat boleh menyambut Hosti Suci dengan berlutut / berdiri, menerimanya dengan lidah / di tangan. Namun bila ada bahaya profanisasi, Hosti tidak diberikan di tangan penyambut. Hosti harus segera dikonsumsi di hadapan imam / prodiakon, tidak boleh dibawa pergi. Umat tidak boleh mengambil sendiri Hosti dengan tangannya, juga tidak boleh saling memberikan Hosti Suci satu sama lain, seperti yang terjadi misalnya pada Misa Pernikahan, di mana kedua mempelai saling memberikan Hosti Suci [no 94]. Hanya imam atau prodiakon yang boleh memberikan Hosti Kudus.
 Umumnya umat menyambut komuni dalam satu rupa, yaitu Tubuh Kristus. Umat boleh menyambut dalam dua rupa, yaitu Tubuh dan Darah Kristus. Namun, penyambutan Darah Kristus hanya dapat diberikan dalam keadaan tertentu di mana tidak ada resiko profanisasi / umat tidak terlalu banyak / tidak akan ada banyak sisa sesudah semua menyambut. Melihat syarat ini, tidak mungkinlah umat menyambut dalam dua rupa dalam Misa hari Minggu.
 Jika Darah Kristus akan disambut, umat menyambutnya dengan meminumnya langsung dari piala atau dengan mencelupkan / menggunakan sendok / pipet. Di Indonesia yang paling sering dilakukan jika umat menyambut dalam dua rupa adalah umat mencelupkan Hosti ke dalam piala. Akan tetapi, Roma menyatakan bahwa umat tidak boleh mencelupkan Hosti ke dalam piala [no 104].
 Umat menerima Hosti yang tercelup langsung dari imam dan diterima di mulut, bukan di tangan [no 103].
 Salam Damai dilakukan sesaat sebelum komuni, bukan pada saat sebelum persembahan. Salam damai hanya dilakukan kepada orang-orang yang berdekatan, tidak boleh berjalan ke mana-mana dan membuat gaduh, sehingga mengganggu kesakralan Misa. Imam memberikan salam damai kepada para petugas Misa, namun tetap berada di panti imam. Dengan alasan tertentu, imam dapat memperluasnya pada beberapa umat. Salam damai ini hanya menandakan perdamaian, kesatuan dan cinta kasih sebelum menerima Hosti dan tidak merupakan suatu tindakan rekonsiliasi / penghapusan dosa [no 71,72].
 Doa Syukur Agung (DSA) adalah doa presedensial, sehingga doa ini hanya boleh diucapkan imam, tidak boleh diucapkan diakon, prodiakon / umat, baik secara perorangan maupun bersama-sama [no 52].
 Imam tidak boleh menggubah / mengubah DSA menurut seleranya sendiri [no 51].Saat ini, Indonesia memiliki DSA yang dialogis dan partisipatif. Sangatlah mendesak liturgi ini dimintakan persetujuan dari Tahta Suci. DSA yang diakui Roma hanya DSA 1 sampai dengan 4, sisanya dari 5 sampai dengan 10 belum mendapat persetujuan Tahta Suci [no 54].
 Imam tidak boleh memecahkan Hosti pada waktu konsekrasi [no 55].
 Pemecahan Hosti hanya boleh dilakukan pada saat pengucapan Anak Domba Allah, yang menandakan bahwa walaupun umat Allah terdiri dari banyak orang, sesungguhnya adalah satu kesatuan karena berasal dari satu Tubuh yaitu Kristus [no 73].
 Nama paus dan uskup setempat harus diucapkan dalam DSA. Hal ini berasal dari tradisi yang sangat kuno dan merupakan manifestasi dari kesatuan seluruh gereja [no 56].
 Instruksi Redemptionis Sacramentum ini ditujukan tidak hanya kepada para uskup, imam dan diakon, tetapi juga kepada seluruh umat beriman [no 2].
 Karena itu, setiap umat beriman Katolik, apakah imam, diakon atau awam, diperkenankan mengajukan keluhan kepada uskup setempat jika ia menemukan penyimpangan dalam liturgi Ekaristi. Bahkan ia boleh mengajukan keluhan kepada Tahta Suci. Namun demikian, segala keluhan itu harus dilakukan dalam kebenaran dan cinta kasih [no 184].
 Identitas

Imam dalam Perayaan Ekaristi

oleh: Romo Moses Beding, CSsR
Dalam Perayaan Misa Kamis Putih, 17 April 2003 di Gereja Basilika St. Petrus di Roma, Bapa Suci Yohanes Paulus II menandatangani surat ensiklik yang baru dengan judul “Ecclesia de Eucharistia” (L'Osservatore Romano, No. 17 (1190), 23 April 2003). Pada dasarnya dalam surat ensiklik yang terbaru ini, Paus kembali menekankan peran imam atau identitas imam dalam Perayaan Ekaristi. Tulisan ini mencoba melihat beberapa aspek dalam Perayaan Ekaristi kita di Indonesia, yang melemahkan atau mengaburkan identitas imam itu.
EKARISTI adalah sumber dan puncak seluruh hidup kristiani (LG 11). Sakramen-sakramen lainnya, begitu pula semua pelayanan gerejani serta karya kerasulan, berhubungan erat dengan Ekaristi Suci dan terarahkan kepadanya. Sebab dalam Ekaristi Suci tercakuplah seluruh kekayaan rohani Gereja, yakni Kristus sendiri, Paskah kita (PO 5).
Dokumen iman yang dikutip dari Lumen Gentium dan Presbyterorum Ordinis di atas mau mengedepankan figur utama dalam Perayaan Ekaristi yaitu KRISTUS sendiri. Katekismus Gereja Katolik (KGK) bahkan menegaskan, “Kristus sendiri Imam Agung Abadi Perjanjian Baru, mempersembahkan kurban Ekaristi melalui pelayanan imam. Demikian juga Kristus sendirilah yang menjadi bahan persembahan dalam kurban Ekaristi. Ia sendiri sungguh hadir dalam rupa roti dan anggur (Nr. 1410). Hanya para imam yang ditahbiskan secara sah, dapat memimpin upacara Ekaristi dan mengkonsekrir roti dan anggur supaya menjadi tubuh dan darah Kristus (Nr.1411).
Rasa-rasanya dalam dasawarsa terakhir ini, identitas imam sebagai pemimpin dalam upacara Ekaristi, pendulum bergerak dari satu ekstrem ke ekstrem yang lain. Kalau dalam Perayaan Ekaristi sebelum Konsili Vatikan II umat dalam posisi pasif, seolah penonton dalam Misa, sekarang menjadi super aktif, malah nongol bersuara dalam DOA SYUKUR AGUNG (DSA), yang sangat kontroversial sampai sekarang. Konon sudah dibicarakan di tingkat KWI, tetapi tetap belum jelas “pembagian tugas” imam dan umat dalam DSA. Dalam suatu pertemuan dengan Ketua KWI dulu (Mgr. Hadisumarto, O.Carm) pada kesempatan pentahbisan imam di Weetebula, Sumba, pernah relevansi keikutsertaan umat dalam DSA dipertanyakan, tetapi pertanyaan “ditampung”. Kemudian keluar suatu kebijaksanaan dari yang berwewenang: daerah atau tempat yang sudah terlanjur menggalakkan dialog imam-umat dalam DSA biarlah berjalan terus, yang lain pada “status quo”. Imam adalah pemimpin Perayaan Ekaristi, maka DSA itu adalah tugasnya. Akibatnya ada imam yang tetap konsisten dengan keyakinannya dan kesadarannya sebagai Pemimpin Ekaristi, tidak mengundang umat untuk atau dalam DSA yang dialogis, sementara yang lain mengundang keikutsertaan umat. Dengan demikian suatu “kebingungan” berjalan dengan damai sampai sekarang. Di Jawa, ada juga hal lain yang menarik. Penulis pernah menghadiri suatu Perayaan Ekaristi dimana imam dan umat bersama-sama mengucapkan “Doa Pembukaan” dan “Doa Penutup”, bahkan bacaan Injil pun dibacakan bersama-sama, sehingga hampir seluruh perayaan menjadi ajang lomba kecepatan membaca teks, dan suasananya menjadi ramai. Dan mungkin ada keanehan lain yang tidak sempat direkam oleh penulis. Tetapi semua itu merupakan akibat dari peluang yang diberikan untuk meningkatkan partisipasi umat dalam Ekaristi.
Dalam Keuskupan Weetebula, pada awal-awalnya penulis pernah mendengar ada umat yang mengatakan: “Beberapa imam Redemptoris anti DSA-dialogis,” karena justru imam-imam lain mempraktekkannya di paroki-paroki mereka. Dalam hal ini bukan soal anti atau pro, soalnya ialah manakah prinsip yang benar? Membaca Keputusan Sidang Dewan Nasional Komisi Liturgi KWI di Pacet, Mojokerto, 25 Juli 1997, yang dimuat dalam “Fajar Liturgi” Nr. 9/Th.VIII/97, sebagai persiapan untuk Rapat Dewan Nasional Komisi Liturgi, 20-24 Juli 1998, rasanya ada harapan untuk menghilangkan “kebingungan” tentang identitas imam dalam Perayaan Ekaristi. Dalam salah satu dari sepuluh keputusan di atas (V.E.1.) dikatakan: “Dewan Nasional menugaskan Tim Khusus TPE yang baru untuk menyampaikan saran-saran Dewan Nasional 1997 tentang Kisah Institusi dan Aklamasi DSA kepada Ketua KWI untuk dipertimbangkan kembali.”
Penulis sendiri bukanlah pakar liturgi, tetapi seorang imam dalam praksis. Dalam rangka menyambut keputusan para Waligereja Indonesia bulan November 2003 mengenai Tata Perayaan Ekaristi (TPE) yang direvisi berdasarkan buku Missale Romanum 2002, dan menyambut surat Ensiklik baru Paus Yohanes Paulus II, “Ecclesia de Eucharistia”, maka dalam keterbatasan saya ingin menyampaikan beberapa pemikiran menyangkut identitas imam dalam Tata Perayaan Ekaristi. Barangkali ada yang mau menyampaikan pro dan kontranya terhadap pemikiran-pemikiran ini.
1. Imam adalah seorang anggota umat beriman dan sama dengan umat itu, dan sebagai seorang beriman dengan segala kelemahan dan kebingungan. Namun, di tengah umat itu ia mempunyai identitas khusus oleh Sakramen Tahbisan. Identitas itu terutama nampak di bidang sakramen, dan tentunya dalam Perayaan Ekaristi “Puncak Kehidupan Umat Allah”. “Dan semuanya dari Allah, yang dengan perantaraan Kristus telah mendamaikan kita dengan diri-Nya dan yang telah mempercayakan pelayanan pendamaian itu kepada kami. Sebab Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya, oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan pelanggaran mereka. Ia telah mempercayakan berita pendamaian itu kepada kami.” (2Kor 5:18-21) .
2. Firman damai dan pelayanan Damai Kristus ini justru diwujudkan dalam perayaan-perayaan sakramen, khususnya EKARISTI. Jadi, menurut tradisi, kita bisa mengerti, bahwa dalam perayaan sakramen itu, khususnya Ekaristi, fungi dan identitas imam nampak dengan jelas, sebagai kekhususan, dan sah dan berbeda dari fungsi umat yang hadir dan ikut dalam perayaan. Dengan begitu terang dan jelas dalam ORDO MISSAE, yang tradisionil, dan yang terdapat dalam Missale Romanum (yang direvisi) ...Ordo dengan Canon 1 (yang disebut Romawi).
3. Betapa membingungkan ketika terjemahan Ordo Missae itu diterbitkan dalam bahasa Indonesia. Rasanya waktu itu sudah nampak suatu tendensi untuk mengurangkan atau mengaburkan kejelasan identitas imam dan fungsinya yang khusus. Coba kita cermati contoh-contoh sebagai berikut ini:
“Dominus vobiscum” (Tuhan sertamu) diganti dengan “Tuhan beserta kita” dan pada tempat pertama, seakan-akan ditulis “Dominus nobiscum” (Tuhan beserta kita). Dan terjemahan yang sebenarnya “sertamu” hanya diberikan sebagai alternatif - di tempat kedua - atau di dalam kurung! Padahal, dalam Missale, “Dominus nobiscum” tidak pernah diberikan sebagai kata salam. Demikian juga dalam Tata Perayaan Ekaristi baru ini, banyak variasi diberikan. Coba kita lihat buku Misa bahasa Jerman SCHOTT! Di sana terdapat juga banyak variasi dan contoh-contoh kata salam, namun semuanya itu dalam artinya yang asli dan benar, “MitEuch” (Tuhan sertamu). Inilah salam dari pemimpin perayaan kepada para peserta! Dan pemimpin perayaan “Pelayan - Damai - Kristus” ini ialah “Imam”!
Orate Fratres; ut meum ac vestrum sacificium” diterjemahkan dengan “persembahan kita”. Dan hanya inilah yang diberikan: alternatif, yang lebih cocok dengan naskah resmi tidak ada! Di dalam bahasa Latin dinyatakan dengan jelas dan terang, bahwa di dalam perayaan kurban ini terdapat fungsi lain untuk imam dan lain lagi untuk umat! Imamat Rajawi dan Imamat Tahbisan, menuntut partisipasi sesuai dengan fungsinya masing-masing, jadi bukan sama rata. Dalam Perayaan Ekaristi kita harus menghargai dan menghormati tugas pelayanan kita masing-masing, sebagai Imam, Diakon, Lektor, Dirigen, Koor, dan lain-lain.
Sekarang diterbitkan cetakan baru dari Ordo Missae sebagai TATA PERAYAAN EKARISTI. Tendensi di atas, yaitu memudarkan dan mengurangkan identitas imam dan fungsinya dalam Ekaristi nampak semakin kuat dan berani, sebab malah menjalar masuk ke dalam terjemahan Canon - DOA SYUKUR AGUNG (DSA). Canon dalam seluruh tradisi Gereja merupakan doa pemimpin perayaan, doa imam. Canon ini ditutup oleh Doksologi Besar (dengan mengangkat Tubuh dan Darah Kristus) dan yang disetujui atau diaklamasikan oleh umat dengan AMIN-nya. Tendensi itu menghasilkan beberapa terjemahan palsu yang tidak lagi merupakan adaptasi pastoril!
“Memento Domine” ... : “pro quitibus tibi offerimus: vel qui tibi offerunt hoc sacrificum laudis” ... menjadi “kurban pujian ini kami persembahkan bersama-sama” (tempat imam hilang ke dalam umat!)
Hanc igitur” ... : “oblationem servitutis nostrae, sed et cunctas familiae tuae” menjadi “Terimalah dengan rela persembahan umat-Mu” ... Padahal arti sebenarnya “Persembahan pelayanan kami, tetapi juga persembahan dari seluruh umat-Mu.”
“Quam oblationem” satu kalimat dari doa ini diambil seakan-akan boleh diucapkan oleh UMAT ... (dalam kurung ditandai `U', dan di banyak tempat hal ini sudah dipraktekkan)
“Unde et memores” : “Domine, nos servi tui, sed et plebs tua sancta” menjadi “kami” ...
“Memento etiam” setengah mau dijadikan atau dianjurkan menjadi doa UMAT ...
“Nobis quoque peccatoribus” ini mengenai para imam! Tetapi di sini disajikan terjemahan “Kami umat berdosa….”
“Per ipsum” ... dan seterusnya. Di sini juga dinyatakan kemungkinan bahwa doa ini diucapkan oleh UMAT. Padahal menurut tradisi Gereja, Doksologi ini HANYA disetujui oleh umat dengan AMIN-nya- “diaminkan”.
Mungkin, sekarang orang berkata, “Terjemahan demikian dibuat, agar bahasanya lancar dan gampang dimengerti” ... Kalau demikian, maka tuntutan bahasa “menang” atas ketelitian dan pengertian teologis naskah asli Ordo Missae. Kalau demikian, maka rasanya tidak wajar dan malah membahayakan! Membahayakan karena turut melemahkan lambat laun “sensus” - perasaan umat dan imam sendiri akan identitasnya! Memang dalam Sakramen Pembaptisan imamat umum dan imamat tahbisan semua orang kristen memperoleh jabatan imamat, namun fungsi berbeda secara liturgis. Imamat umum harus dibedakan dari imamat tahbisan yang hanya dimiliki oleh imam
Mungkin tendensi ini adalah unsur satu aliran, dimana kita menemui pendapat atau praktek orang, yang menganggap dan memperlakukan Ekaristi sebagai perjamuan saja? Dimana Misa privat (tanpa umat) dianggap tidak penting bagi hidup Gereja? Dimana DOMINUS diterjemahkan hampir selalu dengan “Pengantara”?
Untunglah, BERKAT, sebelum umat bubar, masih merupakan berkat yang diberikan oleh imam, dan bukan saja doa untuk memperoleh berkat bersama umat.
“Kebingungan” mengenai DSA terlalu mahal. Betapa banyak, ribuan bahkan jutaan, buku doa dan nyanyian, seperti “Puji Syukur” dan “Madah Bakti” telah dicetak dengan DSA dialogis (“I” dan “U”) dan terlanjur mengumat. Akan tetapi identitas Imam sebagai pemimpin Perayaan Ekaristi tidak boleh dikorbankan demi investasi pengadaan buku-buku tersebut.
Sumber: AVE MARIA No. AM-25; Oktober 2004; diterbitkan oleh Marian Centre Indonesia

Komuni Kudus-ku yang Pertama

Oleh Romo Richard Lonsdale *
Di hari ulang tahunmu mungkin teman-teman dan sanak saudara memberimu hadiah. Mungkin kamu juga menerima banyak hadiah pada hari Natal. Hadiah apakah yang paling indah yang pernah diberikan kepadamu?
Mungkin kamu akan berkata, mainan yang hebat, games atau baju yang keren. Atau mungkin kalian akan menyebutkan hal-hal yang lain. Baiklah, sebentar lagi kamu akan menerima hadiah yang paling hebat dan paling mengagumkan dari segala macam hadiah.
Hadiah paling indah yang dapat diberikan seseorang kepadamu adalah dirinya sendiri. Games dan mainan bisa jadi membosankan jika kamu tidak punya teman bermain. Kamu akan merasa kesepian jika kamu tidak punya teman.
Itulah hadiah yang hendak diberikan Yesus kepadamu. Ia akan datang dan senantiasa tinggal bersamamu. Ia akan tinggal bersamamu selamanya! Dan karena Yesus adalah Allah, Ia dapat membantumu di mana saja dan kapan saja kamu membutuhkan pertolongan.
Bagaimana mungkin Yesus melakukannya? Itu semua karena rahmat Komuni Kudus yang akan segera kamu terima dalam Perayaan Misa. Setelah Komunimu yang Pertama, kamu boleh menerima Komuni Kudus di Gereja Katolik mana pun di seluruh dunia! Dan jika kamu menderita suatu penyakit yang parah, seorang imam atau diakon akan datang membawakan Yesus untukmu kapan saja kamu membutuhkan-Nya.
Kamu harus mempersiapkan diri untuk menerima hadiah yang sungguh istimewa ini. Saya akan menunjukkan hal-hal penting yang perlu kamu persiapkan. Guru agama atau pendamping Bina Iman serta romo parokimu akan membantumu mempersiapkan diri.
MAKNA SAKRAMEN EKARISTI
Pertama-tama, Komuni Kudus adalah Sakramen. Sakramen adalah semacam “Bahasa Isyarat”. Pernahkan kamu bertemu dengan seseorang yang mempunyai bahasa ibu yang berbeda denganmu? Mungkin kamu tidak mengerti apa yang ia katakan kepadamu, tetapi kamu dapat berbicara dengannya menggunakan tanganmu untuk membuat gerak isyarat. Gerak isyarat itu dapat sederhana seperti mengusap-usap perutmu jika kamu lapar atau mengisyaratkan "OK" dengan menjentikkan ibu jari dan jari tengahmu.
Tuhan menggunakan bahasa isyarat khusus dalam ke-Tujuh Sakramen. Tuhan menggunakan kata-kata, tindakan-tindakan dan benda-benda seperti air, roti dan anggur, agar Ia dapat berbicara langsung kepada jiwa kita. Dengan demikian semua orang dapat mengerti kehendak Tuhan, meskipun bahasa ibu mereka berbeda-beda. Yang mengagumkan dari bahasa isyarat Tuhan ialah bahasa isyarat-Nya memiliki kuasa untuk melakukan apa yang dikatakannya. Sebagai contoh, Komuni Kudus memberi makan tubuh kita dan juga memberi makan jiwa kita!
Ke-Tujuh Sakramen ditetapkan oleh Yesus. Ia sendiri-lah yang memberi kuasa pada masing-masing sakramen. Sakramen Komuni Kudus ditetapkan-Nya pada saat Perjamuan Malam Terakhir.
Dan ketika Yesus dan murid-murid-Nya sedang makan, Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada mereka dan berkata: "Ambillah, inilah tubuh-Ku."
Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka, dan mereka semuanya minum dari cawan itu. Dan Ia berkata kepada mereka: "Inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang." (Injil menurut Santo Markus, Bab 14, ayat 22-25)
Yesus mengatakan kepada kita “Kenangkanlah Aku dengan merayakan peristiwa ini.” Sejak itu Gereja Katolik merayakannya berulang kali. Ketika seorang imam mempersembahkan roti dan anggur pada waktu Misa serta mengulangi kata-kata Yesus, suatu mukjizat terjadi : roti menjadi Tubuh Kristus dan anggur menjadi Darah Kristus.
Yesus sungguh-sungguh hadir sama seperti Ia hadir 2000 tahun yang lalu!
BAGAIMANA MENERIMA KOMUNI?
Komuni Kudus sama di semua Gereja Katik di seluruh dunia. Tetapi cara umat menerima Komuni Kudus dapat berbeda-beda. Guru agama atau pendamping Bina Iman serta romo parokimu akan menunjukkan kepadamu bagaimana cara menerima Komuni Kudus di tempatmu. Meskipun cara umat menerima Komuni dapat berbeda-beda, tetapi intinya tetap sama.
Perlakukan Yesus dengan Hormat
Karena yang kamu terima adalah Tubuh dan Darah Kristus, kamu harus menunjukkan sikap hormat kepada-Nya. Jika kamu melakukan dosa yang serius, kamu perlu mengaku dosa terlebih dahulu. Bacalah Lembar Pemeriksaan Batin sebelum kamu mengaku dosa.
Hendaknya kamu tidak makan apa pun sekurang-kurangnya satu jam sebelum menerima Komuni Kudus. Komuni dibagikan hampir pada bagian akhir Misa, jadi kamu tidak perlu kuatir. Jika kamu kurang yakin tentang waktu, kamu juga tidak perlu kuatir. Tuhan tidak menggunakan stopwatch!
Pikirkan apa yang hendak kamu lakukan. Tuhan akan datang kepadamu dengan suatu cara yang amat istimewa. Kenangkan kasih-Nya kepadamu dan kasihmu kepada-Nya. Sambutlah Tuhan dalam hidupmu. Pandanglah imam sementara ia membagikan komuni kepadamu. Komuni bukan saat yang tepat untuk memandangi orang-orang lain atau mencari-cari anggota keluarga serta teman-temanmu. Di bawah ini adalah contoh doa yang diucapkan sebelum menerima Komuni Kudus:
Doa sebelum Komuni
Ya Tuhan Yesus Kristus, Putera Allah yang hidup, yang oleh karena kehendak
Bapa dan dalam persekutuan dengan Roh Kudus telah menganugerahkan hidup kepada dunia berkat kematian-Mu. Demi Tubuh dan Darah-Mu yang Terkudus bebaskanlah aku dari segala dosa-dosaku dan dari segala yang jahat. Bantulah aku agar selalu taat pada perintah-perintah-Mu, dan jangan biarkan aku terpisah dari pada-Mu. Engkau yang bersama dengan Allah Bapa dan Allah Roh Kudus, hidup dan berkuasa untuk selama-lamanya. Amin
Menerima Tanggung jawab Komuni
Imam akan berkata kepadamu, “Tubuh Kristus.” Haruslah kamu menjawab “Amin.” Artinya kamu sungguh percaya bahwa kamu menerima Tubuh-Nya. Amin adalah kata Ibrani yang kurang lebih artinya, “Saya setuju” atau “Sesungguhnya demikian.”
Ketika kamu maju untuk menerima Tubuh Kristus, tumpangkan tangan kiri di atas tangan kanan. Setelah kamu menerima Tubuh Kristus, ambillah dengan tangan kananmu dan segera masukkan ke dalam mulutmu.
Jika kamu menerima Tubuh dan Darah Kristus, ambil Tubuh Kristus dari Sibori yang disodorkan oleh imam, celupkan sedikit pada anggur dalam piala dan segera masukkan Hosti ke dalam mulutmu. Berhati-hatilah agar anggur tidak sampai tercecer.
Sementara kamu kembali ke tempat dudukmu, arahkan pandanganmu pada jalan yang hendak kamu lewati, tetapi arahkan pikiranmu kepada Yesus. Ia adalah orang yang paling penting di seluruh dunia dan Ia telah datang kepadamu untuk menjadi Sahabatmu.
Sesudah Menerima Komuni
Sekarang tibalah kamu pada bagian yang terindah. Tuhan ada bersamamu dalam suatu cara yang indah dan mengagumkan. Berbicaralah kepada Tuhan yang ada di dalammu. Mungkin kamu memiliki doa-doa yang sudah dituliskan untukmu, atau kamu hendak berdoa menggunakan kata-katamu sendiri. Di bawah ini adalah contoh doa yang diucapkan sesudah menyambut komuni.
Doa sesudah Komuni
Dengan rendah hati aku mohon kepada-Mu, Allah yang Maha Kuasa, karena Engkau
telah memperbaharui aku dengan sakramen-Mu biarlah akumelayani Engkau dengan 
layak dengan hidup sesuai dengan kehendak-Mu. Aku mohon anugerah ini dengan perantaraan Tuhan Yesus Kristus, Putera-Mu, Yang hidup dan berkuasa untuk 
selama-lamanya. Amin
Tuhan telah berbicara kepadamu melalui Bahasa Isyarat-Nya yang penuh kuasa. Ia mengatakan, “Aku ingin bersamamu selalu. Aku ingin memberimu kekuatan untuk tumbuh dalam kasih kepada sesama, seperti Aku telah mengasihi kamu.”
Yesus akan tinggal bersamamu selama kamu kehendaki. Terimalah Komuni Kudus setiap kali kamu ambil bagian dalam Misa. Sungguh, menerima Komuni Kudus adalah suatu hak yang teramat istimewa.
Jika, karena suatu sebab, kamu tidak dapat menerima Komuni Kudus dalam Misa, kamu tetap perlu menerima Komuni Batin. Kamu dapat melakukannya dengan mengucapkan doa ini atau doa serupa ini:
Doa Komuni Batin
Yesus-ku, aku percaya Engkau sungguh
hadir dalam Sakramen Mahakudus,Aku mencintai-Mu
lebih dari segala sesuatu, dan aku merindukan
kehadiran-Mu dalam jiwaku.
Karena sekarang aku tak dapat menerima-Mu dalam Sakramen Ekaristi,
datanglah sekurang-kurangnya secara rohani ke dalam hatiku.
Seolah-olah Engkau telah datang, Aku memeluk-Mu dan
menyatukan diriku seutuhnya kepada-Mu; jangan biarkan aku
terpisah dari pada-Mu. Amin.
Usahakanlah menerima Komuni Kudus sesering mungkin. Jika kamu menghadiri Misa dua kali dalam sehari, kamu boleh menerima Komuni dua kali. Ingatlah, kamu bersekutu dengan Yesus!
4. Sakramen Perkawinan
Sakramen perkawinan merupakan rahmat yang diterima dari Allah, dimana dua insan yang berbeda dipersatukan Allah menjadi satu kesatuan (sehidup semati) yang tidak dapat dipisahkan oleh manusia. Dengan sakramen perkawinan calon suami-istri saling memberi sakramen dan berjanji satu sama lain untuk saling mencintai selamanya baik dalam suka maupun duka. Berkat sakramen perkawinan, janji nikah diangkat martabatnya menjadi tanda janji cinta antara Kristus dengan Gereja-Nya  dan tanda yang menunjukkan pada perjanjian antara Allah dengan umat-Nya yang ditebus-Nya.
Perkawinan bagi Gereja Katolik merupakan hal yang suci, luhur, kudus dan sakramental. Oleh sebab itu harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh norma-norma hukum yang berlaku. Dan yang pantas menerima ssakramen perkawinan mereka yang dianggap sudah dewasa. Laki-laki minimal berusia 21 tahun dan perempuan minimal 19 tahun. Orang yang akan menerima sakramen perkawinan harus terlebih dahulu kursus perkawinan atau kanonik dan membereskan surat-surat yang bekaitan dengan itu.
5. Sakramen Tobat
Sakramen tobat memberi pengampunan atau perdamaian bagi setiap umat beriman, baik dengan Allah maupun dengan sesama. Dengan sakramen tobat umat merasa layak begabung dengan sesama dan ambil bagian dalam ekaristi. Allah sendiri telah memberi kuasa kepada Gereja untuk mengampuni dosa. Maka kita sebagai umat beriman hendaknya kita sesering mungkin memeriksa dan menyesali dosa-dosa dan kemudian menerima sakramen tobat. Kiranya umat beriman menerima sakramen tobat minimal satu kali setahun. Dan dianjurkan pada perayaan-perayaan penting dalam gereja kita, seperti komuni pertama, pra-paska, adven atau ketika pastor datang ke stasi.
6. Sakramen Pengurapan
Orang tidak dapat hidup selamanya di dunia ini, tidak selamanya kuat dan sehat maka perlu sakramen pengurapan. Sakramen pengurapan bertolak dari teladan Yesus yang dekat dan hidup dengan orang-orang lemah dan sakit. Maka Gereja harus memberi perhatian dan mendoakan semua orang sakit yang memintanya. Sakramen pengurapan merupakan peneguhan iman, pengharapan dan cinta yang sakit untuk menyatukan penderitaannya dengan penderitaan Kristus. Selain itu memberi penghiburan agar sipenderita dapat menerima penderitaannya dengan iman dan memberi pengharapan untuk sembuh sekaligus penghapusan dan pengampunan dosa. Maka sangat dianjurkan supaya keluarga yang bersangkutan ataupun lewat keluarga lain bila ada anggota keluarga yang sakit, yang sudah tua dan lemah fisiknya hendaknya menghubungi pengurus lingkungan supaya dipanggil pastor untuk memberi sakramen pengurapan. 
7. Sakramen Imamat
Sakramen imamat merupakan sakramen yang dikhususkan bagi orang-orang yang memilih cara hidup yang lebih demi Kerajaan Allah. Demi pelayanan umat Allah beberapa orang dari umat beriman dipilih dan di kuduskan Allah untuk menjadi alat-Nya. Orang yang dikhususkan itu tidak menikah dan mereka menerima tahbisan imamat lewat penumpangan tangan Uskup yang dicurahi Roh Kudus, yang ditugaskan untuk memimpin perayaan sakramen dan ibadat lainnya serta berbagai karya pastoral lain. Dengan ini umat beriman bertanggung jawab atas kehidupan imam dan umat diharapkan selalu mendoakan para imamnya.   

6. SIKAP  DOA

Dalam Perayaan Ekaristi dan Ibadat Sabda pada Hari 

Minggu

Ketika mengadakan Perayaan Ekaristi (misa), Ibadat Sabda dan doa-doa pada umumnya, ada sikap-sikap tertentu dalam berdoa. Sikap-sikap ini mempunyai arti tertentu dan harus diperhatikan oleh umat agar dilakukan bersama-sama secara benar. Sikap-sikap itu akan diuraikan secara sederhana di bawah ini.

Þ      Berdiri: Sikap ini dilakukan imam sewaktu berdoa dan perayaan Ekaristi. Berdiri mengandung arti sebagai tanda hormat atau gembira, syukur dan harapan, dan juga tanda kesediaan untuk diutus.

Þ      Duduk:Sikap ini menandakan kesiapan mendengarkan sabda dan merenungkannya. Selain itu dapat juga berarti kekuasaan hakim (imam duduk di tempat pengakuan).

Þ      Berlutut dan Membungkuk: Sikap ini menandakan kehendak hati untuk berdoa dengan hormat dan sujud.

Þ      Bertiarap: Sikap ini menandakan kedukaan yang sangat dalam atau kesungguhan dalam berdoa dengan kepenuhan hati. Pada waktu tahbisan imam, diakon atau uskup, sikap ini menandakan ketidaklayakan.

Þ      Menengadah: sikap ini menandakan kerinduan kepada Allah sambil menyampaikan permohonan dengan sangat agar doa-doa kita dikabulkan oleh Tuhan.

Þ      Mengangkat Kedua Tangan ke Atas: sikap ini menandakan pengharapan agar permohonan dikabulkan.

Þ      Kedua Tangan Dibuka ke Samping: Sikap ini menandakan ajakan bagi semua umat yang hadir untuk berdoa bersama-sama.

Þ      Menepuk Dada: Menyatakan penyesalan dan rasa tobat.

Þ      Tanda Salib: Tanda ini mengingatkan kita akan kurban Salib Kristus. Tanda Salib juga merupakan pernyataan iman kita kepada Allah Tritunggal.

Þ      Kecup: Tanda damai, cinta dan hormat. Hal ini nampak jelas ketika imam mencium altar, umat mencium salib dan sebagainya.

6. PRIMAT SANTO PETRUS
oleh: Romo William P. Saunders *
Seorang teman Protestan dan
saya berdebat mengenai apakah Yesus sesungguhnya menjadikan Petrus sebagai paus pertama. Saya mengutip Matius 16, tetapi teman saya mempunyai tafsiran lain atas ayat tersebut. Bagaimana pendapat anda?
seorang pembaca di Falls Church Dalam tradisi Katolik, dasar jabatan paus
sungguh kita temukan terutama dalam Matius 16:13-20. Di sana dikisahkan Yesus bertanya, “Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?” Para rasul menjawab, “Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia dan ada pula yang mengatakan: Yeremia atau salah seorang dari para nabi.” Lalu Yesus bertanya kepada mereka: “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?”
St Petrus, yang waktu itu masih dikenal sebagai Simon, menjawab, “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!” Kristus tahu bahwa jawaban ini berasal dari Allah, “Bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga.”
Karena jawabnya ini, Kristus berkata kepada Petrus, pertama, “Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.” Perubahan nama itu sendiri, dari Simon menjadi Petrus, menyatakan bahwa rasul tersebut dipanggil untuk suatu peran kepemimpinan yang istimewa; ingat bagaimana nama Abram diubah menjadi Abraham, atau Yakub menjadi Israel, ataupun Saulus menjadi Paulus, ketika masing-masing dari mereka dipanggil untuk mengemban suatu peran kepemimpinan yang istimewa di antara umat Allah.
Kata “batu karang” juga mengandung makna istimewa. Di satu pihak, “batu karang” merupakan ungkapan bangsa Semit (termasuk di dalamnya adalah bangsa Yahudi dan Arab) untuk menunjukkan dasar yang kokoh di mana suatu komunitas akan dibangun. Sebagai contoh, Abraham dianggap sebagai “batu karang” sebab ia adalah bapa bangsa Yahudi (dan kita juga menganggapnya sebagai bapa dalam iman) dan dengan siapa Allah mengadakan perjanjian-Nya.
Di lain pihak, tak seorang pun kecuali Allah disebut secara istimewa sebagai “batu karang”, juga nama itu tak pernah layak dikenakan kepada siapa pun kecuali kepada Tuhan. Sebagai contoh, dalam Mazmur 62, kita berdoa, “Hanya dekat Allah saja aku tenang, dari pada-Nyalah keselamatanku. Hanya Dialah gunung batuku dan keselamatanku.” Memberi nama “batu karang” kepada Petrus menyatakan bahwa Kristus mempercayakan kepadanya suatu wewenang istimewa, suatu wewenang yang ambil bagian dalam DiriNya dan mewakili DiriNya Sendiri.
Sebagian pihak yang anti-paus berusaha mempermainkan kata-kata mempergunakan teks Injil asli berbahasa Yunani, di mana kata jantan untuk batu karang adalah “petros,” berarti “sebongkah batu karang kecil yang dapat dipindahkan,” menunjuk pada Petrus. Sementara kata betinanya adalah “petra,” berarti “sebuah batu karang besar yang tak dapat dipindahkan,” menunjuk pada pondasi Gereja. Namun demikian, dalam bahasa Aram, bahasa yang dipergunakan Yesus dan yang diyakini sebagai bahasa asli Injil Matius, kata “kepha”, artinya “batu karang”, dipergunakan bagi keduanya tanpa pembedaan gender ataupun perbedaan arti. Masalah gender muncul ketika menterjemahkan teks dari bahasa Aram ke bahasa Yunani dan menggunakan bentuk yang tepat untuk mengubah kata jantan Petrus atau kata betina Gereja.  
“Alam maut” juga merupakan suatu ungkapan Semit yang menarik. Di sini, ungkapan ini menunjuk pada kekuatan-kekuatan yang melawan apa yang didirikan Kristus, yaitu Gereja. Yesus menempatkan St Petrus dan jabatannya begitu dekat dengan DiriNya Sendiri hingga ia menjadi suatu kekuatan yang kelihatan untuk melindungi Gereja dan menghalau kekuatan setan.
Kedua, Yesus mengatakan, “Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga.” Dalam Perjanjian Lama, orang “nomor dua” dalam kerajaan selalu diserahi kunci. Dalam Yesaya 22:19-22 kita dapati kisah tentang Elyakim, kepala istana Raja Hizkia (2 Raja-raja 18:17 dst), kepada siapa diserahkan kunci rumah Daud. Sebagai tanda jabatannya, ia yang memegang kunci mewakili raja, bertindak dengan wewenangnya, dan harus berbuat sesuai kehendak raja.
Di samping itu, dalam Perjanjian Baru, dalam Kitab Wahyu, Yesus memegang kunci Surga, Neraka dan Api Penyucian, “Yang Kudus, Yang Benar, yang memegang kunci Daud; apabila Ia membuka, tidak ada yang dapat menutup; apabila Ia menutup, tidak ada yang dapat membuka…” (Wahyu 3:7) dan “Aku adalah Yang Awal dan Yang Akhir, dan Yang Hidup. Aku telah mati, namun lihatlah, Aku hidup, sampai selama-lamanya dan Aku memegang segala kunci maut dan kerajaan maut” (Wahyu 1:17-18). St Petrus ambil bagian dalam wewenang yang menembus hingga ke dunia baka.
Terakhir, Yesus mengatakan, “Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.” Ini adalah istilah rabbinic. Seorang rabbi dapat mengikat, memaklumkan suatu perbuatan sebagai terlarang atau menjatuhkan hukuman ekskomunikasi kepada seorang karena suatu dosa berat; atau, seorang rabbi dapat melepaskan, memaklumkan suatu perbuatan sebagai diperkenankan atau memulihkan seorang pendosa yang dikenai ekskomunikasi ke dalam komunitas. Di sini, Yesus mempercayakan suatu wewenang istimewa kepada St Petrus untuk melestarikan, menafsirkan serta mengajarkan kebenaran-Nya.
Wewenang ini dipertegas setelah kebangkitan, ketika Yesus menampakkan diri kepada para rasul di Danau Tiberias (atau Galilea) (bdk. Yoh 21:1-19). Di hadapan para rasul yang lain, Yesus bertanya tiga kali kepada St Petrus, “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” yang dijawab St Petrus dengan, “Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Dan setelah setiap jawaban St Petrus, Yesus berkata kepadanya, “Gembalakanlah domba-domba-Ku.” Di sini, Kristus menegaskan peran St Petrus sebagai pemimpin gembala Gereja. Di akhir perikop, Kristus menyatakan bagaimana St. Petrus akan wafat, dan lalu berkata kepada St Petrus, “Ikutlah Aku.”
Sebab itu, St Petrus dan masing-masing penerusnya mewakili Kristus di dunia ini sebagai Vicar Kristus dan memimpin kawanan umat beriman Gereja menuju Kerajaan Surga. Pemahaman atas Matius 16 dan Yohanes 21 ini tak tersangkal hingga para pemimpin Protestan ingin mensahkan penolakan mereka terhadap wewenang paus dan jabatan paus. Bahkan Gereja-gereja Orthodox mengakui paus sebagai penerus St Petrus; tetapi, mereka tidak mengakui primat yurisdiksinya atas Gereja semesta, melainkan hanya menganugerahinya kedudukan sebagai “yang tertinggi di antara yang sederajat.”
Lebih lanjut, peran St Petrus dalam Perjanjian Baru meneguhkan keyakinan Katolik mengenai kepausan dan apa yang dikatakan Yesus dalam Matius 16. Petrus menduduki posisi utama di antara para rasul. Petrus selalu disebutkan pertama kali (Mat 10:1-4; Mrk 3:16-19; Luk 6:14-16; Kis 1:13) dan terkadang sebagai satu-satunya yang disebutkan (Luk 9:32). Ia berbicara atas nama para rasul (Mat 18:21; Mrk 8:28; Luk 12:41; Yoh 6:69). Apabila Kristus memilih tiga orang dari para rasul-Nya untuk peristiwa-peristiwa khusus, seperti Trasfigurasi, Petrus selalu dalam urutan pertama. Kristus memilih perahu St Petrus sebagai tempat di mana Ia mengajar. Pada hari Pentakosta, St Petrus yang berkhotbah di hadapan orang banyak dan memaklumkan misi Gereja (Kis 2:14-40). Dialah yang pertama kali mengadakan mukjizat penyembuhan (Kis 3:6-7). St Petrus juga yang menerima wahyu bahwa kaum kafir harus dibaptis (Kis 10:9-48) dan berada di pihak St Paulus menentang perlunya sunat (Kis 15). Di akhir hidupnya, St Petrus disalibkan, tetapi, dalam kerendahan hatinya, ia minta agar disalibkan terbalik, dengan kepala di bawah.
Sebagai orang Katolik kita percaya bahwa wewenang yang diberikan kepada St Petrus tidak berakhir dengan berakhirnya hidup St Petrus, melainkan diwariskan kepada para penerusnya. Tulisan-tulisan kuno menegaskan keyakinan ini. St Ireneus (wafat thn 202) dalam
“Adversus haereses” menggambarkan bagaimana Gereja di Roma dibangun oleh St Petrus dan St Paulus, menelusuri suksesi jabatan dari St Petrus kepada Linus, Kletus (disebut juga Anakletus) dan seterusnya hingga keduabelas penerus sampai ke jamannya, Paus Eleutherius. Tertulianus (wafat thn 250) dalam “De praescriptione haereticorum” menegaskan gagasan yang sama, begitu pula Origen (wafat thn 254) dalam “Komentar-komentar mengenai Yohanes, St. Siprianus dari Kartago (wafat thn 258)” dalam “Persatuan Gereja Katolik”, dan masih banyak yang lainnya.
Wewenang kepausan menjadi semakin besar setelah disahkannya kekristenan, teristimewa setelah jatuhnya Kekaisaran Romawi dan timbulnya kekacauan politik. Gereja kita boleh berbangga atas garis tak terpatahkan suksesi St Petrus yang adalah Vicar Kristus. Patutlah kita senantiasa ingat bahwa salah satu gelar resmi paus, pertama kali dikenakan oleh Paus Gregorius Agung (wafat tahun 604) adalah “hamba dari para hamba Tuhan.” Sementara kita merenungkan jawaban di atas, baiklah kita kenangkan Bapa Suci kita, Paus Benediktus XVI, dan berdoa bagi ujud-ujudnya.
sumber : “Straight Answers: Peter's Primacy” by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©2005 Arlington Catholic Herald. All rights reserved; www.catholicherald.com
SATU USKUP DENGAN PARA IMAM DAN PARA DIAKON
oleh St Ignatius dari Antiokhia, Uskup dan Martir (wafat tahun ± 107)
Dari Ignatius, disebut juga Theophorus, kepada Gereja Allah Bapa dan Tuhan Yesus Kristus di Philadelphia, di propinsi Asia. Kalian telah beroleh belas kasihan dan dikuatkan dalam damai Tuhan; sekarang kalian dipenuhi sukacita karena sengsara Tuhan kita, dan karena belas kasihan-Nya, kalian menjadi orang-orang yang percaya akan kebangkitan-Nya. Aku menyampaikan salam kepada kalian dalam Darah Yesus Kristus. Kalian adalah sukacitaku yang tetap dan tak tergoyahkan, teristimewa jika para anggota kalian tetap tinggal dalam persatuan dengan uskup beserta para imam dan para diakonnya, yang semuanya ditetapkan sesuai dengan kehendak Kristus, yang dengan kehendak-Nya sendiri telah menguatkan mereka dalam keteguhan yang dianugerahkan oleh Roh Kudus.
Aku tahu uskup ini telah mendapatkan pastoralnya, yang melayani komunitas, bukan dengan usahanya sendiri, atau usaha manusia, ataupun demi kemuliaan yang sia-sia, melainkan dari kasih Allah Bapa dan kasih Tuhan Yesus Kristus. Aku sungguh terkesan dengan kelemahlembutannya, dan dengan ketenangannya, ia lebih berdaya guna daripada pembicara-pembicara kosong. Ia hidup selaras dengan perintah-perintah Allah bagaikan kecapi dengan senar-senarnya. Jadi, aku menyebutnya terberkati, oleh karena cinta kasihnya kepada Tuhan, yang aku kenali sebagai saleh dan sempurna, dan karena ketekunan serta ketenangannya, dengan mana ia meneladani kelemahlembutan Allah yang hidup.
Sebagai anak-anak kebenaran, jauhilah perpecahan dan ajaran-ajaran sesat; di mana gembalamu, ikutilah ia sebagai kawanannya.
Sebab semua yang adalah milik Allah dan Yesus Kristus bersatu dengan uskup; semua yang bertobat dan kembali dalam persatuan dengan Gereja juga akan menjadi milik Allah, supaya mereka hidup sesuai teladan Yesus Kristus. Janganlah kalian tertipu, saudara-saudaraku. Barangsiapa menggabungkan diri dalam suatu skisma, ia tidak akan beroleh warisan kerajaan Allah; barangsiapa hidup dalam ajaran-ajaran palsu, ia tidak akan mengamini sengsara Kristus.
Sebab itu, berhati-hatilah untuk hanya ambil bagian dalam Ekaristi yang satu; sebab hanya ada satu daging Tuhan kita Yesus Kristus dan satu piala yang mempersatukan kita dengan Darah-Nya, satu altar dan satu uskup dengan para imam dan diakon, yang adalah rekan uskup dalam pelayanannya. Jadi, apapun yang kalian lakukan, lakukanlah sesuai ketetapan Tuhan.
Saudara-saudaraku, aku berlimpah dalam kasih kepada kalian dan dengan hati penuh sukacita aku memperkuat kalian - meskipun sebenarnya bukan aku, melainkan Yesus Kristus. Walau dipenjarakan demi Dia, aku terlebih lagi ngeri akan ketidaksempurnaanku. Tetapi, doa-doa kalian akan menyempurnakan aku di mata Tuhan sehingga aku boleh menerima warisan yang dijanjikan kepadaku oleh Allah yang penuh belas kasihan. Aku mencari perlindungan dalam diri Kristus melalui Injil dan aku mohon pelayanan sejati Gereja melalui para rasul.
Bapa, Engkau yang mengenal hati, berilah rahmat kepada pelayan-Mu yang telah Engkau panggil ke dalam martabat uskup, agar ia menggembalakan kawanan-Mu yang kudus dan melaksanakan di hadirat-Mu imamat yang agung ini tanpa cela, dengan melayani Engkau siang dan malam. Kiranya ia tanpa henti-hentinya membuat wajah-Mu menyinarkan belas kasihan dan kiranya ia membawakan persembahan GerejaMu yang kudus. Kiranya ia berkat roh imamat yang agung ini mempunyai kuasa untuk mengampuni dosa sesuai dengan amanat-Mu. Kiranya ia membagi-bagikan tugas sesuai dengan perintah-Mu dan membuka setiap ikatan berkat kuasa yang telah Engkau anugerahkan kepada para Rasul-Mu. Kiranya ia berkenan bagi-Mu karena kelemahlembutan dan karena hatinya yang murni, kala ia mempersembahkan kepada-Mu keharuman yang menyegarkan dengan perantaraan Yesus Kristus, PutraMu…”
Beberapa waktu yang lalu, seorang uskup di Inggris ditahan oleh pihak yang berwajib ketika berusaha membawa tongkat uskupnya melalui lorong keamanan bandara dalam perjalanannya ke Brussel.
Tongkat uskup merupakan sebatang tongkat yang panjang dengan ujung melengkung. Secara keseluruhan mirip sebuah tanda tanya atau kait. Tongkat uskup melambangkan tugas uskup untuk menggembalakan kawanan umat beriman yang dipercayakan Yesus kepadanya. Beberapa tongkat uskup ujungnya tidak melengkung, melainkan lurus dengan salib di ujungnya, seperti tongkat uskup Bapa Suci Yohanes Paulus II.
Biasanya tongkat uskup dapat dibongkar pasang menjadi dua atau tiga bagian agar mudah dibawa ketika uskup sedang melakukan perjalanan. Mungkin tongkat uskup Inggris ini dianggap sebagai senjata yang berbahaya oleh pihak keamanan.
7. SIAPAKAH IMAM ITU?
“Pertama-tama ia sendiri harus murni, baru sesudah itu memurnikan; pertama-tama ia harus belajar kebijaksanaan, baru mengajarkannya; pertama-tama menjadi terang, baru menerangkan; pertama-tama pergi kepada Allah, baru menghantar orang kepada-Nya; pertama-tama menguduskan diri, baru menguduskan orang lain, membimbing mereka dan memberi nasehat secara bijaksana.
Aku tahu, pelayan Siapa kita ini, di tempat manakah kita berada dan siapakah Dia, kepada Siapa kita bergerak maju. Aku mengenal keagungan Allah dan kelemahan manusia, tetapi juga kekuatannya.
Jadi siapakah imam itu? Ia adalah “pembela kebenaran; ia setara para malaikat, melagukan madah pujian bersama para malaikat agung, mempersembahkan kurban ke altar surgawi, mengambil bagian dalam pelayanan Kristus sebagai imam, memperbaharui ciptaan, memperbaiki kembali [di dalamnya] citra [Allah], menciptakannya baru kembali untuk dunia surgawi dan, yang paling mulia ialah, dijadikan ilahi dan harus mengilahikan.”     
Hai imam, camkanlah! Apa yang dikatakan kepada Kristus yang tergantung di salib dikatakan juga kepadamu: “Orang lain Ia selamatkan, tetapi diri-Nya sendiri tidak dapat Ia selamatkan!”
Pada masa Yesus, terkadang timbul suatu perbedaan yang menyakitkan di antara orang-orang Yahudi di Israel. Mereka yang lahir di Israel seringkali menganggap diri lebih baik daripada mereka yang lahir di luar Israel. Orang-orang Yahudi yang lahir di luar Israel disebut kaum “Hellenis” artinya “orang-orang yang berbahasa dan berbudaya Yunani, tetapi bukan keturunan Yunani.” Perpecahan di antara dua kelompok ini berlanjut ketika mereka telah menjadi Kristen. Masalah ini menjadi serius dalam kegiatan amal kasih gereja. Kaum Kristen Hellenis mengeluh bahwa janda-janda miskin mereka tidak mendapatkan jumlah yang sama seperti yang diterima orang-orang Kristen yang lahir di Israel. Para rasul menyelesaikan masalah ini dengan menunjuk tujuh orang yang dipercaya untuk melaksanakan kegiatan amal kasih secara adil. Ketujuh orang ini kelak disebut “diakon” artinya “pelayan”.
8.APA ITU PANGGILAN?
Dalam bahasa Inggris panggilan disebut “vocation”. Vocation berasal dari kata Latin “vocare” yang artinya “memanggil”. Tuhan memanggil kita semua untuk ambil bagian dalam pelayanan Kristiani, tetapi Tuhan memanggil sebagian dari kita untuk mengabdikan diri secara istimewa sebagai imam, biarawati dan anggota Ordo atau Tarekat Religius.
Ada suatu kisah menarik dalam Kitab Suci tentang seorang anak laki-laki bernama Samuel. Ia mendengar suara Tuhan memanggilnya di suatu malam. Karena tidak tahu apa yang harus diperbuatnya, Samuel mohon petunjuk dari seorang nabi yang telah lanjut usianya. Maka berkatalah nabi itu kepada Samuel, “Jika Tuhan memanggilmu lagi, katakanlah, 'Berbicaralah Tuhan, hambamu mendengarkan.'”
Panggilan adalah salah satu cara untuk menjawab panggilan Tuhan. Panggilan berarti mengabdikan diri sepenuhnya untuk melayani Tuhan dan umat-Nya. Upahnya tidak seberapa, tetapi ganjarannya sungguh luar biasa. Coba bayangkan kepuasan yang kalian peroleh dari mengabdikan diri kepada Tuhan dengan berbuat baik kepada semua orang setiap hari!
Adakah Tuhan memanggilmu untuk hidup membiara? Satu-satunya cara untuk mengetahui jawaban-Nya adalah dengan berdoa dan mohon petunjuk dari seorang imam atau biarawati. Layakkah engkau? Seseorang pernah mengatakan, jika Tuhan memanggilmu untuk menjadi seorang misionaris, jangan bersikeras menjadi seorang raja.
Pesan Paus kepada para Uskup, Imam, Diakon, dan segenap umat Allah dalam rangka Tahun Ekaristi Internasional...
Kepada kalian, para Uskup saudaraku terkasih, aku mempercayakan Tahun ini, dengan keyakinan bahwa kalian akan menyambut undanganku dengan kepenuhan semangat apostolik.
Para imam terkasih, yang mengulangi kata-kata konsekrasi setiap hari, dan yang adalah para saksi dan bentara mukjizat kasih yang agung luhur, yang terjadi di tangan kalian; kiranya kalian tertantang oleh rahmat Tahun istimewa ini untuk merayakan Misa Kudus setiap hari dengan semangat dan gairah yang sama seperti kalian merayakan misa perdana kalian, bermurah hatilah melewatkan waktu kalian dalam doa di hadapan tabernakel.
Kiranya tahun ini menjadi Tahun rahmat pula bagi kalian, para diakon, yang begitu erat terlibat dalam pewartaan sabda dan pelayanan altar.
Aku minta kalian, para lektor, akolit dan para pelayan luar biasa Komuni Kudus, agar terlebih lagi sadar akan anugerah yang telah kalian terima lewat pelayanan yang dipercayakan kepada kalian demi Perayaan Ekaristi yang lebih pantas.
Secara khusus aku minta dengan sangat kepada kalian, para calon imam. Selama masa-masa kalian di seminari, usahakanlah segala daya upaya untuk mengalami kesukaan, bukan saja dengan ikut ambil bagian setiap hari dalam Misa Kudus, melainkan juga dalam meluangkan waktu untuk bercakap-cakap dengan Tuhan Ekaristi.
Kalian, laki-laki dan perempuan, yang dipanggil untuk mempersembahkan diri secara khusus kepada-Nya demi merenungkan-Nya secara lebih mendalam: janganlah pernah lupa bahwa Yesus dalam tabernakel menghendakimu ada bersama-Nya, agar Ia dapat mengisi hatimu dengan kasih persahabatan-Nya, yang adalah satu-satunya yang memberi makna dan yang merupakan kepenuhan hidupmu.
Kiranya kalian semua, segenap umat beriman Kristiani; menemukan kembali karunia Ekaristi sebagai terang dan kekuatan bagi hidup kalian sehari-hari di dunia ini, dalam menjalankan profesi kalian masing-masing di tengah berbagai macam situasi yang berbeda. Temukanlah kembali karunia Ekaristi di atas segalanya demi mengalami sepenuhnya keindahan dan perutusan keluarga.
Aku menaruh pengharapan besar atas diri kalian, kaum muda, sembari menanti dengan rindu berjumpa dengan kalian dalam Hari Kaum Muda Sedunia mendatang di Cologne. Tema pertemuan kita adalah “kami telah datang untuk menyembah-Nya” kiranya mengilhami kalian bagaimana dapat menikmati tahun Ekaristi ini sebaik-baiknya. Bawalah serta dalam perjumpaanmu dengan Yesus - yang tersembunyi dalam Ekaristi - segala antusias beliamu, segala pengharapanmu, dan segala kerinduanmu untuk mengasihi.       
Paus Yohanes Paulus II
9.OTAK-ATIK KASUS KATOLIK
1.Paus sedang berjalan-jalan di kebun Vatikan dan berbincang dengan dua kardinal. Kardinal lain menggabungkan diri dengan kelompok tersebut. Tetapi, kardinal ketiga hanya memandangi mereka dan sekonyong-konyong melayang di udara, sekitar dua meter dari tanah. Paus dan kardinal lainnya tidak terkejut ataupun terperanjat melihat kardinal lainnya melayang-layang di udara. Mengapa?
2.Seorang duduk makan santapan kegemarannya: daging panggang, kacang polong dan kentang goreng. Tiba-tiba ia lari dari kamar makan dan memuntahkan makanannya ke bak sampah. Makanan tersebut tidak basi dan orang itu pun tidak sakit. Apa yang terjadi?
3.Di Cina, seorang polisi komunis mendapati seorang imam Katolik sedang merayakan Misa. Polisi menghentikannya menggunakan sebuah setrika listrik panas tanpa menyentuhkannya pada imam. Selama beberapa minggu, imam tak dapat merayakan Misa, tapi akhirnya masalahnya teratasi. Apa yang dilakukan polisi komunis itu?
4.Perhatikan gambar di atas dengan seksama. Coba tebak gambar apakah itu?
JAWABAN OTAK-ATIK KASUS KATOLIK
1.“Kardinal” ketiga adalah seekor burung yang termasuk dalam kelompok burung Amerika Utara (Cardinalis cardinalis), dinamakan demikian karena bulunya berwarna merah menyala, bagaikan jubah seorang kardinal. Mungkin burung tersebut diimpor ke kebun Vatikan sebagai hadiah bagi paus.
2.Orang tersebut makan daging pada hari Jumat dalam Masa Prapaskah. Tiba-tiba ia teringat bahwa ia berpantang daging pada hari itu. (Lebih baik jika ia menelan saja makanan itu daripada memubazirkannya, tetapi menyimpan sisanya hingga esok hari).
3.Imam Katolik tersebut buta; ia sedang mendaraskan Doa Syukur Agung dari Buku Misa Braille. Polisi komunis menggunakan setrika listrik panas untuk meratakan halaman-halaman Buku Misa Braille sehingga imam tak dapat meraba hurufnya lagi. Kemudian, seseorang membawakan Buku Misa Braille yang baru bagi sang imam.
4.Seorang biarawati Hawai sedang menari hula-hula.
St Yuliana dilahirkan pada tahun 1193 di Retinnes, dekat Liège, Belgia. Ketika usianya lima tahun, kedua orangtuanya meninggal dunia dan ia bersama saudarinya - Agnes - diserahkan dalam asuhan Suster-suster Agustinian dari Gunung Cornillon. St Yuliana mengalami kemajuan pesat. Ia suka sekali membaca tulisan-tulisan St Agustinus dan St Bernardus. Ia juga memiliki kasih yang berkobar kepada Santa Perawan Maria dan Sengsara Yesus, tetapi, teristimewa ia sangat mengasihi Yesus dalam Sakramen Mahakudus. St Yuliana menerima jubahnya pada tahun 1206, saat usianya tigabelas tahun. Ia bertekad untuk membaktikan hidupnya demi melayani mereka yang sakit, teristimewa para penderita kusta yang dirawat di rumah sakit biara. Ketika usianya enambelas tahun, St Yuliana mulai mendapatkan anugerah penglihatan. Ia melihat bulan di langit; dan walau bulan bersinar terang gemilang, namun terdapat suatu noda hitam padanya! St Yuliana tidak terbiasa melihat hal-hal yang demikian. Ia pikir, penglihatan tersebut hanyalah imajinasinya belaka, jadi ia berusaha melupakannya. Tetapi, penglihatan itu datang dan datang lagi. Merasa bahwa penglihatan tersebut berasal dari Tuhan, ia menceritakannya kepada Superior, Sr Sapientia, namun tidak mendapatkan tafsirannya.
    Akhirnya setelah lama berdoa dan bermatiraga, Yesus Sendiri menjelaskan makna penglihatan. Ia berkata, “Engkau gelisah karena penglihatan itu. Sesungguhnya, Aku menghendaki agar ditetapkan suatu hari raya istimewa bagi Gereja Pejuang, sebab perayaan ini teramat penting, yaitu Hari Raya Sakramen dari Altar yang Mahamulia dan Mahakudus. Pada masa sekarang, perayaan akan Misteri ini hanya dilakukan pada hari Kamis Putih. Tetapi, pada hari itu, teristimewa Sengsara dan Wafat-Ku yang direnungkan. Sebab itu, Aku menghendaki suatu hari lain dikhususkan, di mana Sakramen Mahakudus dari Altar akan dirayakan oleh segenap umat Kristiani! Alasan pertama mengapa Aku menghendaki hari raya khusus ini adalah agar iman akan Sakramen Mahakudus diperteguh, terutama apabila orang-orang jahat menyerang misteri ini di kemudian hari. Alasan kedua adalah agar umat beriman diperkuat dalam mencapai kesempurnaan melalui kasih mendalam dan sembah sujud kepada Sakramen Mahakudus. Alasan ketiga adalah agar supaya dengan hari raya ini dan dengan cinta kasih yang ditujukan kepada Sakramen dari Altar, silih dilakukan bagi penghinaan dan kurangnya rasa hormat terhadap Sakramen Mahakudus.”
    Yesus juga menjelaskan bahwa bulan melambangkan Gereja yang begitu terang gemilang dengan berbagai macam perayaan. Noda hitam menunjukkan bahwa ada yang kurang, yaitu perayaan demi menghormati Sakramen Mahakudus secara khusus. Tuhan Yesus memberinya misi agar hari raya istimewa ini dirayakan oleh Gereja. Tetapi, St Yuliana adalah seorang biarawati yang sangat sederhana, dan ia gemetar membayangkan misi yang harus diembannya. Selama bertahun-tahun St Yuliana memendam rahasia ini. Ia melewatkan tahun-tahun yang berlalu dengan berdoa dan bermatiraga, menanti Tuhan memberinya perintah yang lebih tegas untuk memulai misinya.
10. Mengenal Simbol-Simbol dalam Kekristenan
Alfa dan Omega adalah huruf pertama dan huruf terakhir alfabet Yunani dan biasanya digunakan sebagai simbol kekekalan Allah dan kuasa Kristus dari penciptaan sampai pada akhirat (Why 22:13 "Aku adalah Alfa dan Omega, Yang Pertama dan Yang Terkemudian, Yang Awal dan Yang Akhir"). Kedua huruf ini sering digabung dengan simbol-simbol lain, misalnya salib (kekekalan karya keselamatan dalam Yesus Kristus) atau Alkitab (kekekalan Firman Allah).
Air adalah sumber kehidupan, tetapi sekaligus dapat mengancam kehidupan (banjir, badai di laut...). Air juga berfungsi untuk mencuci atau membersihkan. Dalam Alkitab, simbol ini sering dihubungkan dengan Allah sebagai sumber mata air atau sumber kehidupan dan keadilan, dan dengan Yesus yang memberi air yang hidup (Yoh 4:14). Yesus juga membasuh kaki murid-muridNya dengan air sebagai tanda pelayanan dan pembersihan dari dosa. Murid-muridNya dipanggil untuk berbuat sama (Yoh 13:15). Namun ritus pembasuhan kaki masih jarang dipraktekkan dalam ibadah protestan. Air menjadi simbol inti sakramen baptisan sebagai tanda penbersihan (dari dosa, dari kuasa maut); "adam lama" ditenggelamkan dalam air baptisan, dan "adam baru" dilahirkan. Air ini juga menjadi tanda penerimaan Roh Kudus yang menyatukan kita dalam tubuh Kristus, dan tanda anugerah Allah yang dikaruniakan kepada kita tanpa prasyarat. Air disini adalah simbol yang membuat kita merasakan apa yang dilakukan oleh Allah sendiri, dan tidak dipahami secara "magis", sehingga tidak tergantung pada kwantitas air (hanya tiga tetes "dalam nama Bapa, anak dan Roh Kudus", atau dengan menenggelamkan seluruh tubuh seperti dipraktekkan dalam gereja mula-mula dan oleh beberapa denominasi sampai sekarang). Baptisan juga tidak berfokus pada formalitas ("masuk Kristen") atau pertobatan manusia (seperti ditekankan dalam baptisan dewasa), tetapi pada karya keselamatan Allah sendiri (yang tentu saja tidak terbatas kepada mereka yang telah menerima ritual gereja tersebut). 
Altar gereja mengingatkan baik pada tempat persembahan korban dalam Perjanjian Lama maupun pada meja perjamuan Paskah Yesus dengan murid-muridnya pada malam sebelum ia disalibkan. Penggunaan altar baik sebagai meja perjamuan kudus maupun sebagai tempat persembahan (kolekte) masih mencerminkan makna ganda tersebut. Selain itu, altar biasanya dihias dengan simbol-simbol lain seperti salib, alkitab, lilin, bunga dsb.; Dalam arkitektur gereja, altar sering ditempatkan langsung di depan atau di bawah mimbar untuk menekankan kesatuan antara sakramen (perjamuan kudus/altar) dan firman (khotbah/mimbar).
Angka    Simbolisme angka dalam Alkitab adalah tema yang sangat luas. Disini hanya penjelasan singkat tentang beberapa angka yang sering muncul berhubungan dengan ibadah:
*    1 (satu): Simbol keesan Allah, kesatuan Yesus dengan Allah Bapa dan Roh Kudus, dan juga keesaan gereja dalam satu tubuh Yesus Kristus.
*    3 (tiga): Simbol Trinitas (lihat Trinitas)
*    4 (empat): Sering dipakai sebagai simbol keempat Injil: Matius (simbol: seorang pria), Markus (simbol: singa), Lukas (simbol: lembu kebiri) dan Yohanes (simbol: rajawali), tetapi juga untuk keempat mata angin. Empat berarti sesuatu yang utuh dan lengkap.
*    7 (tujuh): Simbol kesempurnaan; pada hari ketujuh Allah beristirahat dan menyempurnakan penciptaan-Nya; hari sabat sebagai hari ketujuh adalah hari istirahat untuk semua ciptaan dan hari yang harus dikuduskan. Setiap tujuh tahun adalah tahun sabat dan sesudah 7 kali 7 tahun dirayakan "tahun yobel" di mana semua utang dihapus dan tanah dibagikan kembali secara adil. Paulus bicara tentang 7 anugerah Roh Kudus, dan dalam kitab wahyu angka 7 juga punya peran yang penting (7 jemaat, buku dengan 7 materai)
*    10 (sepuluh): Simbol kelengkapan, misalnya: kespuluh firman (Ul 5); sepuluh tulah (Kej 7-11).
*    12 (dua belas): Simbol kelengkapan: ke-12 suku Israel, yang kemudian diwakili oleh ke-12 murid / ke-12 apostel. Angka ini sering digunakan untuk mewakili seluruh gereja.
*    13 (tiga belas): Sering dianggap sebagai angka yang membawa malapetaka, mungkin berhubungan dengan perjamuan terakhir di mana tiga belas orang (termasuk Yudas) berkumpul di satu meja. Tetapi alkitab tidak membenarkan pemahaman magis (mis. membawa malapetaka) berhubungan dengan simbol-simbol angka.
*    40 (empat puluh): Simbol percobaan: Air bah berlangsung 40 hari (Kej 7); Israel dalam Eksodus berada di padang gurung selama 40 tahun (Kel); Musa tinggal di gunung Sinai selama 40 hari; setelah dibaptis Yesus berpuasa selama 40 hari dan dicobai iblis di padang gurung. Dalam kalender liturgis, keempat puluh hari sebelum paskah adalah masa puasa dan sengsara.
*    1000 (seribu): Simbol kekekalan atau mewakili jumlah yang tidak dapat dihitung (jadi tidak dimaksud secara harafiah, mis. dalam Why 20). 
Api …Simbol api punya pelbagai arti dalam Alkitab. Dalam gereja api paling sering dihubungkan dengan peristiwa pentakosta, di mana api (yang tidak membakar) menjadi simbol Roh Kudus. Api dan cahayanya juga dipandang sebagai simbol kehidupan dan pembersihan diri manusia (penghapusan dosa dlm korban kebakaran). Sebuah simbol alkitabiah yang berhubungan erat dengan api adalah abu. Ini adalah simbol penyesalan/pertobatan yang dipakai khususnya dalam tradisi katolik (ibadah masa pra paskah). Penggunaan asap dan bau wangi-wangian dalam ibadah juga terutama digunakan dalam tradisi katoloik dan ortodoks.
Ayam Jantan berkokok menyongsong fajar dan dengan demikian menjadai simbol paskah dan pengharapan eskatologis secara umum. Dalam Injil (Mat 26:69-75) Petrus diingatkan oleh suara ayam jantan bahwa ia telah menyangkal Yesus seperti telah dinubuatNya, sehingga simbol ayam jantan yang menghias banyak gereja juga memanggil kita untuk bertobat dari praktek kehidupan yang menyangkal Yesus dan kasihNya. Ayam jantan sebagai simbol pelawanan dan kehebatan maskulin seperti ditekankan dalam beberapa budaya Indonesia (misalnya Sulawesi Selatan) tidak ada dasarnya dalam tradisi Kristen. 
Bintang (yang biasannya bersudut lima) adalah simbol astrologi yang mengingatkan kita pada orang-orang majus dari timur yang dipimpin oleh "bintang raja orang Yahudi" ke tempat kelahiran Yesus (Mat 2). Simbol bintang ini mewakili Yesus sebagai terang, sebagai raja dan sebagai bintang kejora (bintang timur); simbol bintang paling sering digunakan dalam perayaan Natal dan Epifanias. Bintang yang bersudut enam sebenarnya adalah "bintang penciptaan" yang mewakili keenam hari penciptaan (Kej 1) dan juga digunakan sebagai simbol "keenam sifat Allah", yaitu kuasa, kebijaksanaan, kemuliaan, kasih, rahmat dan keadilan. Dewasa ini, bintang tersebut lebih dikenal sebagai "Bintang Daud" yang digunakan sebagai simbol keagamaan Yahudi dan oleh negara Israel modern sebagai simbol politik, sehingga jarang digunakan lagi oleh orang Kristen. Bintang juga merupakan simbol penting dalam banyak agama lain (misalnya bulan dan bintang dalam Islam). 
Buku….Simbol buku dalam ibadah tentu saja adalah simbol Firman Allah seperti disaksikan dalam Kitab Suci orang Kristen, yaitu Alkitab (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru). Alkitab menjadi dasar semua kegiatan ibadah (bdk prinsip protestan "sola scriptura"). Namun alkitab sendiri perlu juga penafsiran yang bertanggung jawab dan kontekstual dalam ibadah, karena merupakan kesaksian manusia dan bukan Firman Allah yang langsung "jatuh dari langit", sehingga ayat-ayatnya selalu perlu dipahami berhubungan dengan konteksnya. Dalam pemahaman Kristen, Firman Allah tidak "menjadi buku" dalam arti yang statis (biblisisme, penafsiran yang harafiah), tetapi "menjadi daging" (Yoh 1) dalam arti yang dinamis dan hidup. Artinya, Firman Allah terjadi dalam kehidupan manusia dan Alkitab adalah sumber utama untuk menemukan dan memahami relevansi Firman Allah yang hadir dalam kehidupan kita.  
Domba adalah binatang yang dalam tradisi Israel sering digunakan dalam ritus korban dan terkait erat dengan liturgi paskah orang Yahudi. Dalam agama Kristen, domba (atau anak domba) menjadi simbol untuk Yesus Kristus yang melalui perkorbanan-Nya di kayu salib menghapus dosa dunia dan menjadi sumber pendamaian antara Allah dan dunia dan antara manusia. Yesus adalah "Anak domba Allah (bhs. latin: agnus dei) yang menghapus dosa dunia" (Yoh 1:29; bdk. Yes 53:7 tentang hamba Tuhan yang menderita). Simbol domba sering dilengkapi dengan simbol salib dan bendera kemenangan yang berarti bahwa melalui kematian dan kebangkitan Yesus telah tercapai kemenangan atas kuasa dosa dan maut ("domba paskah"). Kemenangan itu dicapai bukan dengan menggunakan kekerasan, tetapi justru melalui kelembutan, kasih, kerendahan dan penderitaan. Di sisi lain domba juga dipakai sebagai simbol untuk manusia atau umat Allah, dan Allah atau Yesus dilihat sebagai gembala yang baik (bdk Mzm 23; Yoh 10:11 dan banyak perikop yang lain). Di sini Yesus kadang-kadang digambarkan menggendong seekor anak domba (bdk "domba yang hilang" Lk 15:1-7).
Gereja…Gedung gereja bukan hanya sebuah tempat yang fungsional saja, tetapi telah menjadi sebuah simbol identitas Kristiani. Makna dari gedung gereja adalah terutama tempat beribadah, memuji Tuhan dan berjumpa dan menyadari kehadiran Allah dalam kebaktian, dan tempat pengayuban, perdamaian dan perlindungan. Akhir-akhir ini, berhubungan dengan beberapa peristiwa pembakaran rumah ibadah di Indonesia, tercermin bahwa makna simbolis tersebut mungkin telah terlalu bergeser menjadi simbol identitas yang eksklusif, persaingan antarjemaat dan antaragama, simbol kemewahan yang tidak kontekstual atau triumfalisme gereja dan tempat formalitas agama - meskipun hal itu sangat bertentangan dengan misi Yesus dan panggilan gereja. Gereja tidak identik dengan gedungnya, tetapi gedungnya, penggunaannya dan makna yang diberikannya dalam praktek jemaat harus mencerminkan sifat dan kehadiran gereja sebagai tubuh Kristus di dunia ini. Oleh karena itu, gereja harus mencari kembali makna simbolisnya yang sebenarnya.
Huruf "I" dari alfabet Yunani dan Latin adalah simbol untuk Yesus dan digunakan dalam beberapa singkatan seperti:
I.H.C (atau I.H.S.): Iesus Hominum Soter/Salvator - Yesus Juruselamat Manusia
INRI: (berhubungan dengan simbol salib atau mahkota duri): Iesus Nazarenus Rex Israel - Yesus dari Nasaret, Raja Israel (bdk Luk 23:38). 
Ikan mengingatkan kita bahwa murid-murid Yesus yang pertama adalah penjala ikan yang dipanggil untuk menjadi "penjala manusia" (Mat 4:19). Selain sebagai simbol untuk orang percaya ikan juga menjadi simbol kebersamaan deng-an Yesus (Mat 14/15; perjamuan dengan Kristus yang bangkit Luk 24:42; Yoh 21:12). Dalam kitab Yunus ikan adalah simbol rahmat dan keselamatan Allah. Dalam gereja mula-mula pada masa penganiayaan orang Kristen ikan sebagai simbol untuk Kristus menjadi tanda pengenal "rahasia" orang Kristen. Ini berdasarkan kata bahasa Yunani untuk ikan, yaitu ("ikhtys"), yang diinterpretasi sebagai singkatan:
"iesous") = Yesus
      ("khristos") = Kristus
     ("huios") = Putra
     ("theou") = Allah
     ("soter") = Penyelamat, jadi: "Yesus Kristus, Putra Allah, Juruselamat".
Lebih jarang simbol ikan ditemukan dalam bentuk tiga ikan yang membentuk sebuah lingkaran sebagai simbol untuk Allah Tritunggal (lihat "Trinitas"). 
Lilin biasanya dinyalakan dalam setiap ibadah, paling tidak pada ibadah-ibadah natal dan ibadah-ibadah paskah (lilin paskah) sebagai simbol Kristus yang hidup dan menjadi "terang dunia" (Yoh 8:12, bdk Yoh 1 dll.). Lilin juga mengingatkan kita pada panggilan untuk menjadi "garam dan terang dunia" (Mat 5:13-16); lilin secara umum bisa menjadi simbol kehidupan manusia yang mengorbankan diri demi panggilannya untuk menerangi gegelapan. Dalam ibadah dukacita lilin juga mewakili kehidupan kekal, bahwa orang yang telah meninggal sekarang adalah di tangan Tuhan.
Keempat lilin dalam "krans adven" adalah simbol pengharapan yang menantikan kelahiran terang dunia (dalam minggu pertama adven, satu lilin dinyalakan, dalam minggu kedua dua dst.).
Sementara ketujuh lilin dalam "Menorah" (yang juga menjadi simbol agama Yahudi) sering diidentifikasi dengan "ketujuh anugerah Roh" (Yes 11:2; bdk Paulus). 
Lonceng….Bunyi lonceng adalah simbol perhatian dan panggilan beribadah dan juga mengingatkan akan pengadilan Allah. Lonceng digunakan baik dalam sukacita (paskah, memuji tuhan dalam ibadah...) maupun dukacita (orang meninggal, bencana...). Secara kontekstual, lonceng juga bisa diganti oleh alat musik yang lain, misalnya alat musik tiup atau gendang. 
Mahkota digunakan sebagai simbol kemuliaan Allah dan secara khusus Yesus Kristus sebagai Raja Israel (Mesias) dan Raja dunia.
 Mahkota duri adalah simbol penghinaan Yesus di kayu salib (Mat 27:29) dan mengandung arti bahwa cara berkuasa Yesus bukan seperti seorang raja duniawi dengan pedang dan kekerasan, tetapi dengan kasih yang bahkan rela untuk menderita. 
Malaikat dalam tradisi Alkitab adalah utusan Allah yang memuji Tuhan, melindungi manusia dan menyampaikan wahyu. Malaikat dibayangkan dalam wujud manusia (sering digambarkan dengan sayap dan lingkaran cahaya di atas kepala untuk mengindikasi sifat transenden dan kudus), tetapi tidak dimaksud sebagai person yang riil antara manusia dan Allah, melainkan sebagai simbol kehadiran, pelindungan dan campur tangan Allah dalam kehidupan kita. Pemahaman bahwa orang yang meninggal dan "masuk sorga" menjadi malaikat sering dapat ditemukan tetapi tidak berdasarkan tradisi alkitab.
Setan sebagai simbol kejahatan dan kekuasaan maut kadang-kadang diinterpretasi sebagai "malaikat yang jatuh". 
Merpati….Burung merpati dalam tradisi Kristen terutama dipahami sebagai simbol kehadiran Roh Kudus yang mengingatkan kita pada peristiwa baptisan Yesus oleh Yohanis Pembabtis (Mat 3:16 bdk Mrk, Luk dan Yoh). Seekor burung merpati dengan sebuah ranting zaitun telah menjadi simbol universal untuk perdamaian dan mengingatkan pada kisah Nuh (Kej 8:11), di mana sehelai daun zaitun menjadi tanda bahwa air bah telah surut dan simbol untuk perjanjian Allah dengan umat manusia dan segala ciptaan-Nya.Kadang-kadang, dua ekor burung merpati juga digunakan sebagai simbol cinta kasih. 
Minyak (minyak zaitun, minyak wangi atau minyak berharga lain) dalam Alkitab adalah simbol berkat dan pemberian otoritas oleh Allah misalnya dalam ritus pentahbisan raja Israel. Minyak juga digunakan untuk meminyaki orang mati. Kedua arti ini merupakan latar belakang simbolis waktu Yesus diurapi oleh seorang perempuan (Mat 26:7) dan para perempuan ingin meminyaki jenazah Yesus. Minyak juga mingingatkan kita pada perumpamaan tentang gadis-gadis yang bijaksana dan yang bodoh (Mat 25; minyak untuk pelita sebagai simbol kesiapan untuk kedatangan Yesus). Dalam ibadah (atau pelayanan kepada orang sakit, minyak sebagai simbol berkat kebanyakan digunakan dalam tradisi katolik, tetapi kadang-kadang juga dalam ibadah protestan atau ekumenis.  
Padi - Beras – Nasi dalam banyak budaya Asia tidak hanya menjadi makanan pokok, tetapi juga simbol yang berhubungan dengan mitos-mitos penciptaan manusia dan hubungan kosmis antara manusia dengan alam semesta dan dengan kekuatan-kekuatan transenden (misalnya dlm mitos Dewi Sri diari Jawa). Nasi (misalnya dalam bentuk Tumpengan) juga menjadi unsur pokok dalam beberapa ritus adat, misalnya dalam ucapan sukur sesudah panen (bdk selametan, ritus makan bersama sebagai tanda kesatuan antarmanusia dan dengan yang ilahi). Dalam rangka kontekstualisasi, banyak gereja di Asia telah menggunakan unsur tradisional ini. Untuk kebaktian syukur panen, altar didekorasi dengan padi dan beras sebagai persembahan syukur. Nasi dipakai dalam makan bersama secara ritual, misalnya dalam rangka perjamuan kasih (agape) atau bahkan untuk mengganti roti dalam perjamuan kudus. 
Pelangi Pelangi - fenomena alam refleksi sinar matahari dalam tetes-tetes air hujan - adalah simbol perdamaian yang mengingatkan pada kisah Nuh di mana "busur Allah" menjadi tanda perjanjian Allah dengan umat manusia dan segala makhluk ciptaan-Nya (Kej 9:13) yang tidak akan dilupakan lagi. Pelangi yang warna-warni sering juga diinterpretasi sebagai kesatuan dalam kepelbagaian atau keindahan pluralitas dan perbedaan yang diciptakan Tuhan. 
PerahuPerahu (atau kapal) adalah simbol yang lama untuk jemaat atau gereja dan bahkan sangat mempengaruhi arkitektur gedung-gedung gereja. Gereja dilihat sebagai persekutuan yang berada dalam perjalan yang jauh di tengah-tengah pergumulan dan "ombak-ombak" zamannya menuju "pelabuhan" Kerajaan Allah. Kisah Nuh (Kej 6-9: bahtera Nuh sebagai simbol keselamatan dan perjanjian Allah) dan kisah tengan Yesus yang meredakan angin ribut (Mrk 4:35-41) memberi kepercayaan bahwa Allah senantiasa melindungi perjalanan ini dan Yesus tetap berada di tengah-tengah mereka.
Sejak bapak gereja Ambrosius dan sampai simbol "oikumene" (Dewan Gereja-gereja Sedunia, DGD), tiang perahu/kapal sering digambarkan sebagai salib, artinya Yesus Kristus menjadi kekuatan dan orientasi kita, didorong oleh "angin" Roh Kudus. Salib juga digambarkan sebagai sauh yang memberi kemantapan kepada persekutuan gereja. Simbol-simbol tersebut dan simbol laut lainnya (lihat juga "ikan") memberi banyak inspirasi untuk gereja-gereja di Indonesia karena sangat kontekstual. 
Pohon Pohon secara umum adalah simbol kehidupan dan dalam Alkitab (bersama dengan tumbuhan-tumbuhan lain) sering dihubungkan dengan kehidupan seseorang yang diberkati, sesuai dengan kehendak Allah dan memberi buah. Mendekorasi gereja dengan tumbuhan-tumbuhan hijau maupun bunga-bunga sebagai tanda kehidupan dan pujian atas keindahan ciptaan Allah adalah suatu hal yang sangat wajar.
Daun palem misalanya sebagai simbol penyembahan, syukur dan penghormatan kepada Tuhan mengingatkan kita pada Yesus yang dielu-elukan di Yerusalem dengan "Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, Raja Israel" (Yoh 12:13).
Secara khusus, pada hari natal, gereja-gereja maupun rumah-rumah dan tempat umum lainnya dihiasi dengan pohon-pohon pinus dan ranting-ranting hijau lainnya, yang didekorasi dengan lilin, bintang-bintang, buah, kapas sebagai salju dll ("pohon natal", "pohon terang"...). Pohon pinus adalah simbol lama dalam budaya Eropa untuk kehidupan bahkan di tengah-tengah kondisi yang sulit, karena inilah satu-satunya pohon yang daunnya tidak gugur tetapi ia tetap hijau selama musim dingin (musim salju). Simbol non-Kristen ini diangkat oleh tradisi Kristen dan dihubungkan dengan simbol-simbol lain (terang, bintang...) sebagai simbol pengharapan dan kehidupan melalui Yesus Kristus yang lahir di tengah-tengah dunia yang gelap dan tidak ramah. Pohon natal bukan semestinya sebuah pohon pinus, tetapi bisa juga pohon lain yang mewakili arti simbolis di atas. Hanya sedikit kontradiktif dengan "simbol kehidupan" jika dipakai pohon yang sudah tidak ada daunnya atau pohon dari plastik. 
Roti dan Anggur Roti dan anggur adalah makanan pokok pada zaman Yesus dan sudah mengandung arti simbolis berhubungan dengan ritus paskah orang Yahudi yang mengingatkan pada pembebasan bangsa Israel dari perbudakan di tanah Mesir. Dalam perjamuan kudus (ekaristi), roti dan anggur diartikan sebagai tubuh dan darah Kristus. Melalui sakramen ini kita dibebaskan dari dosa (aspek pengampunan) dan didamaikan kembali dengan Allah dan dengan sesama manusia dan seluruh ciptaan (aspek rekonsiliasi) dan disatukan dalam tubuh Kristus dalam persekutuan yang melampaui batas waktu dan tempat (aspek kesatuan). Seperti anggur-anggur dan biji-biji gandum pernah terpisah tetapi sekarang menjadi satu dalam anggur dan roti, demikian juga kita disatukan sebagai umat Allah oleh tubuh dan darah Kristus. Dalam abad pertengahan, perbedaan pendapat tentang pemahaman simbol roti dan anggur dan tentang cara kehadiran Yesus dan dalam perjamuan kudus menjadi salah satu pemicu antara gereja katolik, protestan lutheran dan protestan kalvinis. Konsensus ekumenis dewasa ini mencatat bahwa Yesus hadir secara riil dalam ritus perjamuan kudus, tetapi unsur roti dan anggur tidak boleh dipahami secara magis (yang punya kekuatan tersendiri). Menerima roti dan anggur dalam perjamuan kudus membutuhkan iman dan kesiapan untuk bertobat dan didamaikan kembali dengan Allah dan dengan sesama manusia, tetapi tidak berarti bahwa kita harus "bersih" dan "layak" di hadapan Tuhan: pemahaman dan praktek seperti itu memutarbalikkan arti, bahwa hanya oleh anugerah Allah kita sebagai orang berdosa diampuni dan diterima kembali (dalam rangka ini, beberapa praktek tentang disiplin gereja harus dipertanyakan kembali). Roti (dan anggur) juga digunakan dalam ibadah untuk "perjamuan kasih" (agape) didalamya persekutuan dalam kasih Allah dirayakan (tidak terbatas pada orang Kristen saja). Baik dalam perjamuan kudus, maupun dalam perjamuan kasih dewasa ini, roti dan anggur kadang-kadang diganti oleh makanan dan minuman yang kontekstual (misalnya nasi, air dll.; lihat juga di atas "Padi-beras-nasi") . 
Salib:
Salib Latin     "Salib Tau"       “Salib Yunani’   Ortodoks  Salib Petrus
Salib Kristus (lihat juga XP)          Salib Yerusalem         Salib Patriark                                                                     
"Salib Paus"   Salib Kelt "Krusifiks"  "Salib Malta"
Salib adalah simbol yang paling terkenal sebagai simbol Kristiani yang menunjuk kepada kematian Yesus Kristus di kayu salib di Golgata. Bentuk historis alat eksekusi tersebut dengan kemungkinan besar adalah bentuk "T" (salib "Tau"), dan kemudian menjadi salib yang kita kenal (biasanya disebut "salib Latin"). Tanda salib atau silang telah dikenal dalam banyak budaya dan agama pra-Kristen dengan berbagai makna, a.l. kekekalan, kesempurnaan atau hubungan kosmis antara dunia dan yang transenden, tetapi juga sebagai tanda perpisahan dll.; Salib dalam tradisi Kristen menjadi simbol kematian dan kehidupan. Salib mencerminkan solidaritas Allah dengan manusia dalam penderitaan dan merupakan puncak inkarnasi atau humanisasi Allah. Sekaligus melalui pengorbanan di kayu salib Allah telah menghapus dosa dunia dan mengalahkan kuasa maut, sehingga salib menjadi simbol kemuliaan dan kebangkitan Yesus. Jika salib digambarkan dengan tubuh Kristus (disebut Krusifiks), kadang-kadang lebih ditekankan Yesus sebagai manusia yang menderita (mis. dalam masa Gotik) atau sebagai Tuhan yang telah bangkit (mis. dalam masa Romanik; salib tanpa tubuh Kristus bisa juga diartikan sebagai tanda kebangkitan: jenazah Yesus telah tiada). Tekanan yang berbeda-beda dalam simbol juga mencerminkan pemahaman teologis ("kristologi rendah" atau "kristologi tinggi"). Makna simbol salib terletak pada paradoks atau ketegangan kreatif ini yang membuat salib menjadi "kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah" (1 Kor 1:18). Salib untuk ukuran dunia adalah simbol kematian, kekerasan, penghinaan, keangkuhan, kemenangan kebencian dan akhir dari pengharapan, namun oleh Allah dijadikan simbol kehidupan, rekonsilasi, kemuliaan, merendahkan diri, kemenangan kasih yang "lemah" dan pengharapan. Dalam simbol salib terfokus karya pembebasan dan keselamatan Allah yang merupakan kemenangan untuk semua yang percaya kepadaNya. Tetapi harus diingat bahwa bukan kemenangan sesuai ukuran dan harapan manusia, tetapi kemenangan melalui solidaritas, penderitaan dan pengorbanan - sehingga sangat kontradiktif jika simbol salib digunakan sebagai simbol identitas yang eksklusif, simbol triumfalisme atau kemenangan melalui kekerasan (misalnya dalam "perang salib" atau peristiwa konflik SARA di Indonesia terakhir-akhir ini), atau sebagai alat magis (yang memberi kuasa supernatural kepada yang memakainya). Di kayu salib, Allah telah mendamaikan dunia dengan diriNya (2 Kor 5) sebagai perjanjian baru dan dasar untuk syalom atau rekonsiliasi antarmanusia dan dengan seluruh ciptaan. Oleh karena itu, kedua palang salib sering diartikan sebagai simbol pemulihan kembali relasi antara Allah dan manusia (palang vertikal = dimensi spiritual) dan antara manusia dengan sesama manusian/ciptaan (palang horisontal = dimensi sosial). Kedua-duanya tidak dapat dipisahkan. 
Simbol-simbol Adat Budaya-budaya Indonesia sangat kaya dengan simbol-simbol yang mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan dan keterikatan dengan yang Ilahi. Praktek Gereja yang kontekstual akan mencoba untuk memahami simbol-simbol tersebut secara mendalam dan melihat maknanya dalam terang Injil. Dengan demikian, kehidupan spiritual akan sangat diperkaya. Hal ini akan melanjutkan tradisi Kristen untuk mengangkat memaknai simbol-simbol non-Kristen guna menemukan ekspresi iman yang otentik dan relevan. Contohnya adalah rumah-rumah adat (mis. Tongkonan dalam budaya Toraja, Baruga dalam beberapa budaya Sulsel dsb.) sebagai simbol kerukunan, atau simbol yang digunakan dalam ritus-ritus paguyuban dan rekonsiliasi (mis. lingkaran rotan "Kalo" dalam adat Tolaki-Mekonga, Tumpengan dalam adat Jawa, binatang korban dalam beberapa tradisi...). Tentu saja simbol-simbol tersebut akan ditransformasi dengan pemahaman yang menerobos eksklusivisme suku dan merespon pada karya Allah. 
Tangan Tangan bukan hanya simbol tetapi alat "bahasa tubuh" yang penting dalam ibadah. Simbol tangan bisa mewakili kuasa Allah yang menciptakan, memberkati dan melindungi (misalnya dalam gerakan berkat oleh pendeta, memecah-mecahkan dan membagi roti...), dan juga menjadi tanda kontemplasi dan komunikasi manusia baik dengan Allah (berbagai gaya tangan dalam berdoa, bertepuk tangan dengan menyanyi...) maupun antarmanusia (memberi salam, bertepuk tangan sebagai tanda penghormatan...). 
Telur Telur adalah simbol kehidupan dan kesuburan dalam banyak tradisi. Budaya Yunani, Mesir, Cina, Persia dan Romawi masing-masing mengenal tradisi untuk menukar telur sebagai hadiah pada musim semi, yang akan memberi kesuburan atau umur yang panjang. Hal ini dihubungkan dengan kebangkitan atau "reinkarnasi" alam semesta sesudah "kematian" selama musim dingin, dan juga dengan beberapa mitos penciptaan yang mengambarkan sebutir telur sebagai awal kehidupan. Dalam tradisi Yahudi juga ada tradisi makan telur sebagai bagian dari perjamuan paskah. Dalam tradisi Kristen, simbol tersebut diberi makna sebagai simbol kebangkitan dan kehidupan dalam Yesus Kristus, dan hal ini ditekankan dengan menghiasi dan mewarnai telur dengan ornamen dan simbol lain. "Telur paskah" ini kemudian disertai banyak cerita dan tradisi lain, misalnya telur yang dibawa dan disembunyikan oleh ayam atau "kelinci paskah" (juga simbol kehidupan dan kesuburan musim semi) harus dicari oleh anak-anak.
Toga dan Stola (atau juga kolar untuk baju pastor/pendeta) sebenarnya berasal dari pakaian dinas pejabat negara (hakim dll) dalam Imperium Romanum dan di negara-negara Eropa lain, yang kemudian hari diambilalih oleh gereja sebagai pakaian liturgis dan dihias dengan simbol-simbol lain. Pakaian tersebut menjadi tanda bahwa orang yang memakainya dalam ibadah (kaum tertahbis: uskup dan imam ditahbiskan atau diberi otoritas oleh jemaat untuk tugas yang mereka lakukan dan bahwa mereka bertindak dan berbicara bukan sebagai seorang pribadi, tetapi dalam fungsi dan tangung jawab sebagai pelayan gereja. Mengingat asal kontekstual jubah/alba dan stola tersebut, secara teologis tidak ada alasan untuk menolak variasi pakaian liturgis itu misalnya sesuai dengan pakaian adat atau paling tidak diperkaya dengan unsur-unsur adat. Di satu sisi, pakaian liturgis sudah menjadi simbol identitas konfesional yang membedakan satu denominasi dari yang lain, di sisi lain ia dapat juga menjadi cermin pluralitas dan kontekstualitas dalam dunia ekumene. 
Trinitas Trinitas adalah simbol yang kadang-kadang paling sulit dipahami oleh orang Kristen sendiri. Dogma tentang Allah Tritunggal (satu dalam                          tiga pribadi) tidak                                                boleh disalahpahami sebagai "tiga Tuhan" (jadi bukan: Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus; tetapi: Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus) dan tidak menuju pada definisi tentang keberadaan atau ontologi Allah secara metafisik (hal ini tidak dapat dipahami atau dijelaskan oleh manusia). Teologi Protestan lebih menafsirkan Trinitas sebagai cara Allah menyatakan diri kepada manusia (cara Allah hadir, bertindak dalam sejarah, gerakan misi Allah) dan cara bagaimana manusia bisa mengenal dan mengalami Allah yang Mahaesa dalam dunia (simbol atau nama Allah). Disini Trinitas lebih dipahami secara dinamis-historis (juga disebut "ekonomi trinitas") dan bukan secara statis-ontologis. Simbol denganNya Trinitas sering digambarkan antara lain adalah segitiga (atau "triangle") yang merupakan kesatuan dari tiga segi yang sama pentingnya; kadang-kadang didalmnya digambarkan mata sebagai simbol Allah Bapa yang melihat semua yang ada di dalam hati kita dan semua yang kita lakukan. Tiga lingkaran yang terkait satu dengan yang lain berarti sifat kekal Allah Tritunggal (lingkaran yang tidak ada awalnya atau akhirnya, sebagai simbol kekekalan). 
Uang Mungkin uang dianggap sebagai hal yang terlalu "duniawi" untuk disebutkan disini, tetapi selain persembahan syukur yang mempunyai tempat yang penting dalam dalam ibadah sebagai sumber pokok untuk kebutuhan pelayanan jemaat baik ke dalam maupun ke luar, persembahan tersebut juga mempunyai makna simbolis. Melalui persembahan uang kolekte (atau persembahan syukur dalam bentuk lain, misalnya natura dll.), kita mengucapkan syukur kepada Tuhan, melepas ketergantungan kita pada materi (tidak mengumpulkan harta di bumi, tetapi di sorga; tidak kuatir namun percaya kepada Allah; bdk Mat 6:19-34) dan berpartisipasi dalam tanggung jawab panggilan gereja. Makna persembahan terletak pada sikap dan ketulusan hati dengannya kita memberi (bdk. janda yang miskin Mrk 12:42), sehingga bertentangan dengan makna tersebut baik jika pemberian sumbangan "dipaksa-paksa", maupun jika kita hanya memberi "sisa uang kecil" (orientasi gereja mula-mula adalah: 10% dari semua pendapatan untuk pelayanan gereja/solidaritas kemanusiaan). Persembahan diberi "kepada Tuhan" tetapi tidak berarti bahwa penggunaan uang itu tidak harus dipertanggungjawabkan lagi terhadap manusi. Sebaliknya, makna simbolis tersebut memberi tanggung jawab dan beban yang lebih besar untuk mengelola dana tersebut secara transparen, jujur dan hanya untuk tujuannya yang sebenarnya. Harus juga diperhatikan bahwa sangat mengurangi makna simbolis persembahan syukur jika hasilnya hanya digunakan untuk kebutuhan di dalam jemaat kita sendiri dan bukan untuk pelayanan ke luar. 
Warna Setiap budaya memberi makna yang berbeda-beda pada warna-warna tertentu, yang dapat juga menjadi simbol dalam ibadah. Adapun beberapa warna yang dikenal secara umum sebagai warna liturgis:
*    Hijau: Simbol kehidupan (tumbuhan, alam) dan kemenangan atas maut (warna liturgus untuk masa Epifanias dan sesudah hari raya Trinitas)
*    Hitam: Simbol kematian dan duka (warna liturgis untuk Jumat Agung)
*    Merah: warna darah dan juga warna api; sebagai warna liturgis digunakan untuk mengingat para martir Kristen maupun sebagai simbol Roh Kudus (warna liturgis untuk Pentakosta dan hari-hari raya gereja)
*    Putih: simbol kemurnian, kebersihan dan kesucian; warna liturgis untuk Paskah, Natal, hari raya Trinitas dan Baptisan.
*    Ungu: Simbol pertobatan dan juga warna kerajaan. Warna liturgis untuk masa Adven dan Sengsara. Juga dikenal sebagai simbol gereja Protestan.  
XP Simbol ini adalah simbol lama untuk Kristus (dan juga untuk orang Kristen) yang dibentuk dari dua huruf pertama nama "Kristus" dalam bahasa Yunani, yaitu  ( dibaca "kh",  dibaca "r"). Simbol ini dalam beberapa variasi kemudian sering disebut "salib/silang Kristus" ("cross of Christ").
Merpati: Simbol dalam Perayaan Liturgi
 Simbol Burung Merpati
Pengertian Simbol
Simbol berasal dari bahasa Yunani Sumbolon.
Simbol adalah tanda inderawi, barang atau tindakan yang menyatakan realita lain di luar dirinya. Simbol memiliki lingkup makna dan kandungan isi yang amat luas, karena itu merupakan sarana ulung untuk mengungkapkan sesuatu tentang Allah.
Simbol adalah suatu bahasa yang jauh lebih kaya. Ia bukan hanya membuat kita tahu akan sesuatu, tetapi memasukkan kita ke dalam suatu dinamika. Dengan simbol kita sungguh bersatu dengan apa yang dilambangkannya. Simbol mengungkapkan identitas mendasar, mengidentifikasi sesuatu.
Burung Merpati Palestina
adalah negeri yang kaya akan burung; mempunyai aneka ragam habitat dari Padang Pasir semi tropis sampai Padang Pasir. Palestina merupakan jalur lintas perpindahan burung dari Afrika ke Eropa dan Asia Barat, melewati ujung utara Laut Merah dan seluruh bentangan Israel. Jadi burung lokal yang menetap ditambah burung musiman banyak didapati di Palestina dan perkembangan ini berubah-ubah hampir tiap bulan.
Beberapajenis ‘tekukur dan burung dara’ terdapat di Palestina, walau ada 
kekacauan mengenai nama burung ini. Yona (bahasa Ibrani) biasanya diterjemahkan ‘burung dara’, tetapi dalam kitab Imamat dan Ulangan mengenai kurban selalu diterjemahkan burung tekukur muda. Dalam ayat yang sama tor adalah dara atau tekukur. Nama jenis ilmiahnya sama yakni turtur dan ini mungkin tekukur biasa atau burung dara lain yang telah lama dipelihara. Jadi yona adalah burung dara bukit karang (columbia livia) yang dipelihara pada zaman kuno dan banyak digunakan untuk mengirimkan pesanan atau dimakan.
Kekayaan jenis burung ini membuat sukar menentukan secara pasti burung-burung yang disebut dalam Alkitab dan kadang-kadang tidak dapat dikatakan apa kata Ibrani yang mengacu kepada jenis burung atau jenis binatang lain. Penyelidikan yang cermat mengenai kehidupan binatang baru mulai pada abad XIX. Zaman dahulu binatang yang diberi nama biasanya hanyalah binatang yang akrab dikenal. Dengan demikian binatang-binatang yang mirip dalam penampilan fisik atau pemanfaatannya disebut dengan nama yang sama atau hampir sama. Asas ini berlaku untuk kehidupan binatang seluruhnya.
Burung merpati sangat populer di Palestina dan sering disebut dalam Alkitab. Ia dipakai sebagai persembahan oleh orang miskin khususnya dalam upacara penahiran. Inilah sebabnya ada penjual burung merpati di lingkungan Bait Allah. Sampai sekarang tidak jelas makna burung merpati yang dihubungkan dengan Roh yang turun atas Yesus pada waktu Ia dibaptis. Ia dapat dipandang sebagai lambang kasih Allah atau, berdasarkan sejumlah pengarang Yahudi kuno, sebagai lambang ciptaan baru.
Pengurbanan burung-burung tekukur atau anak burung dara diperintahkan oleh Taurat: “Haruslah semua memberi kurban, meskipun mereka sangat miskin, harus memberi merpati.” Banyak ayat-ayat Kitab Suci menyinggung kebiasaan burung dara: “terbang kesana-kemari seperti awan-awan dan seperti burung merpati ke pintu sarangnya” (Yes 60:8).
Burung merpati adalah burung Ishtar dan Astarte, dewi cintanya bangsa Babel dan Syria sama seperti Afroditnya bangsa Yunani dan Venusnya bangsa Romawi. Suara lembut dekut mereka dan kesetian yang nyata terhadap pasangan masing-masing menjadikan burung-burung merpati, khususnya burung-burung tekukur sebagai simbol cinta, simbol keutamaan akan kelembutan, kemurnian, perasaan malu dan kedamaian. Kembalinya burung-burung tekukur ke Palestina pada bulan April merupakan suatu tanda musim semi yang sudah pasti, seperti terdapat dalam Kidung Salomo 2:12: “di ladang telah nampak bunga-bunga; tibalah musim memangkas, bunyi tekukur telah terdengar di tanah kita.”
Dalam literatur Latin terdapat mata rantai yang menjadi kebiasaan. Ketika dua ekor merpati menuntun Aenas menuju cabang pohon emas, dia tahu bahwa kedua burung itu menjadi burung venus ibunya (Aeneid 6.190 tt). Aristoteles mencatat bahwa burung merpati bersifat monogami, dan kesetiaan kepada satu pasangan adalah bagian dari adat kebiasaan merpati khususnya jenis perkutut. Sebuah peribahasa Rennaissans berbunyi: “sebagaimana kesetiaan merpati kepada pasangannya, demikianlah mereka tidak akan pernah bercerai.” Dalam Alkitab, Nuh mengirim seekor merpati sebanyak tiga kali untuk melihat bagaimana keadaan air bah apakah sudah surut (Kej 8:8-12). Pada kedua kali burung itu kembali dengan daun zaitun yang segar di paruhnya, suatu tanda bahwa air telah cukup menyusut sehingga zaitun sudah nampak. Dalam tradisi klasik, zaitun melambangkan damai dan demikian halnya dengan merpati itu. Horace menyebut burung merpati adalah burung yang tidak menyukai perang dan simbol itu mendukung konotasi merpati dalam cerita Nuh sebagai penegasan perjanjian baru dari Tuhan; maka pengharapan disertakan dengan damai.
Merpati Simbol dalam Liturgi
Dalam Injil, Yesus memerintahkan supaya para pengikut-Nya: “bijaksana seperti 
ular dan tidak berbahaya (jinak) seperti merpati” (Mat 10:16). Bapa gereja Tertulianus menyebut merpati adalah ‘binatang sederhan dan murni’ (De Baptismo 8). Keempat Injil melukiskan Roh Allah “turun seperti merpati” saat pembaptisan Yesus (Mat 3:16). Burung merpati melambangkan Roh Kudus, pribadi ketiga Trinitas, seperti banyak kita lihat pada lukisan Trinitas dan pemberitahuan Malaikat kepada Maria pada abad pertengahan dan Renaissance. Dalam Kitab Kejadian, dikatakan Roh Allah melayang di atas permukaan air (1:2). Orang-orang kristen cenderung menerima Roh Kudus dalam rupa merpati yang artinya dalam kata Ibrani sebagai “bergerak” (av) kemudian menjadi “terbang” seperti seekor rajawali di atas anaknya; membawa ide bahwa Roh Allah terbang, hadir melindungi dan mendampingi.
Burung merpati dalam tradisi Kristen terutama dipahami sebagai simbol kehadiran Roh Kudus yang mengingatkan kita pada peristiwa baptisan Yesus oleh Yohanes Pembabtis (Mat 3:16 bdk Mrk, Luk dan Yoh). Seekor burung merpati dengan sebuah ranting zaitun telah menjadi simbol universal untuk perdamaian dan mengingatkan pada kisah Nuh (Kej 8:11), di mana sehelai daun zaitun menjadi tanda bahwa air bah
telah surut dan simbol untuk perjanjian Allah dengan umat manusia dansegala ciptaan-Nya. Kadang-kadang, dua ekor burung merpati juga digunakan sebagai simbol cinta kasih.
Air
Air adalah sumber kehidupan, tetapi sekaligus dapat mengancam kehidupan (banjir, badai di laut...). Air juga berfungsi untuk mencuci atau membersihkan. Dalam Alkitab, simbol ini sering dihubungkan dengan Allah sebagai sumber mata air atau sumber kehidupan dan keadilan, dan dengan Yesus yang memberi air yang hidup (Yoh 4:14).
Yesus juga membasuh kaki murid-muridNya dengan air sebagai tanda pelayanan dan pembersihan dari dosa. Murid-muridNya dipanggil untuk berbuat sama (Yoh 13:15). Namun ritus pembasuhan kaki masih jarang dipraktekkan dalam ibadah protestan.
Air menjadi simbol inti sakramen baptisan sebagai tanda penbersihan (dari dosa, dari kuasa maut); "adam lama" ditenggelamkan dalam air baptisan, dan "adam baru" dilahirkan. Air ini juga menjadi tanda penerimaan Roh Kudus yang menyatukan kita dalam tubuh Kristus, dan tanda anugerah Allah yang dikaruniakan kepada kita tanpa prasyarat. Air disini adalah simbol yang membuat kita merasakan apa yang dilakukan oleh Allah sendiri, dan tidak dipahami secara "magis", sehingga tidak tergantung pada kwantitas air (hanya tiga tetes "dalam nama Bapa, anak dan Roh Kudus", atau dengan menenggelamkan seluruh tubuh seperti dipraktekkan dalam gereja mula-mula dan oleh beberapa denominasi sampai sekarang). Baptisan juga tidak berfokus pada formalitas ("masuk Kristen") atau pertobatan manusia (seperti ditekankan dalam baptisan dewasa), tetapi pada karya keselamatan Allah sendiri (yang tentu saja tidak terbatas kepada mereka yang telah menerima ritual gereja tersebut).
Altar
Altar gereja mengingatkan baik pada tempat persembahan korban dalam Perjanjian Lama maupun pada meja perjamuan Paskah Yesus dengan murid-muridnya pada malam sebelum ia disalibkan. Penggunaan altar baik sebagai meja perjamuan kudus maupun sebagai tempat persembahan (kolekte) masih mencerminkan makna ganda tersebut. Selain itu, altar biasanya dihias dengan simbol-simbol lain seperti salib, alkitab, lilin, bunga dsb.; Dalam arkitektur gereja, altar sering ditempatkan langsung di depan atau di bawah mimbar untuk menekankan kesatuan antara sakramen (perjamuan kudus/altar) dan firman (khotbah/mimbar).
API
Simbol api punya pelbagai arti dalam alkitab. Dalam gereja api paling sering dihubungkan dengan peristiwa pentakosta, di mana api (yang tidak membakar) menjadi simbol Roh Kudus. Api dan cahayanya juga dipandang sebagai simbol kehidupan dan pembersihan diri manusia (penghapusan dosa dlm korban kebakaran). Sebuah simbol alkitabiah yang berhubungan erat dengan api adalah abu. Ini adalah simbol penyesalan/pertobatan yang dipakai khususnya dalam tradisi katolik (ibadah masa pra paskah). Penggunaan asap dan bau wangi-wangian dalam ibadah juga terutama digunakan dalam tradisi katolik dan ortodoks.
Angka
Simbolisme angka dalam Alkitab adalah tema yang sangat luas. Disini hanya penjelasan singkat tentang beberapa angka yang sering muncul berhubungan dengan ibadah:
1 (satu): Simbol keesan Allah, kesatuan Yesus dengan Allah Bapa dan Roh Kudus, dan juga keesaan gereja dalam satu tubuh Yesus Kristus.
3 (tiga): Simbol Trinitas (lihat Trinitas)
4 (empat): Sering dipakai sebagai simbol keempat Injil: Matius (simbol: seorang pria), Markus (simbol: singa), Lukas (simbol: lembu kebiri) dan Yohanes (simbol: rajawali), tetapi juga untuk keempat mata angin. Empat berarti sesuatu yang utuh dan lengkap.
7 (tujuh): Simbol kesempurnaan; pada hari ketujuh Allah beristirahat dan menyempurnakan penciptaan-Nya; hari sabat sebagai hari ketujuh adalah hari istirahat untuk semua ciptaan dan hari yang harus dikuduskan. Setiap tujuh tahun adalah tahun sabat dan sesudah 7 kali 7 tahun dirayakan "tahun yobel" di mana semua utang dihapus dan tanah dibagikan kembali secara adil. Paulus bicara tentang 7 anugerah Roh Kudus, dan dalam kitab wahyu angka 7 juga punya peran yang penting (7 jemaat, buku dengan 7 materai)
10 (sepuluh): Simbol kelengkapan, misalnya: kespuluh firman (Ul 5); sepuluh tulah (Kej 7-11).
12 (dua belas): Simbol kelengkapan: ke-12 suku Israel, yang kemudian diwakili oleh ke-12 murid / ke-12 apostel. Angka ini sering digunakan untuk mewakili seluruh gereja.
13 (tiga belas): Sering dianggap sebagai angka yang membawa malapetaka, mungkin berhubungan dengan perjamuan terakhir di mana tiga belas orang (termasuk Yudas) berkumpul di satu meja. Tetapi alkitab tidak membenarkan pemahaman magis (mis. membawa malapetaka) berhubungan dengan simbol-simbol angka.
40 (empat puluh): Simbol percobaan: Air bah berlangsung 40 hari (Kej 7); Israel dalam Eksodus berada di padang gurung selama 40 tahun (Kel); Musa tinggal di gunung Sinai selama 40 hari; setelah dibaptis Yesus berpuasa selama 40 hari dan dicobai iblis di padang gurung. Dalam kalender liturgis, keempat puluh hari sebelum paskah adalah masa puasa dan sengsara.
1000 (seribu): Simbol kekekalan atau mewakili jumlah yang tidak dapat dihitung (jadi tidak dimaksud secara harafiah, mis. dalam Why 20)

11. Advent
 Advent berasal dari bahasa Latin, adventus, yang artinya kedatangan.Orang Katolik Perancis pada awalnya memakai kata adventus untuk menamakan masa persiapan menyambut Hari Raya Epifani dimana para calon Baptis dibaptis menjadi warga Gereja.Gereja Katolik kemudian memakai kata Adventus untuk menamakan masa persiapan perayaan Kelahiran Yesus Kristus, yaitu Hari Raya Natal.Masa Advent berlangsung selama 4 minggu, dimulai hari minggu dan biasanya setelah tanggal 26 November.Masa Advent mempunyai 2 tujuan utama, yaitu :
1.       mengarahkan hati, supaya dengan penuh harapan kita menantikan kedatangan               Tuhan Yesus yang kedua pada akhir zaman.
  1. menyiapkan Hari Natal, memperingati kedatangan Tuhan Yesus yang pertama dulu, di Betlehem, dengan kata lain mempersiapkan kedatangan Yesus Kristus secara Sakramental pada hari Natal.
Katekismus Gereja Katolik menekankan makna ganda “kedatangan” ini: “Dalam perayaan liturgi Adven, Gereja menyongsong kedatangan Mesias; dengan demikian 
umat beriman mengambil bagian dalam persiapan yang lama menjelang kedatangan pertamaPenebus dan membaharui di dalamnya kerinduan akan kedatangan-Nya yang kedua”Jadi makna advent untuk kita : bersiap-siap dan berjaga-jaga setiap saat dalam menantikan kedatangan Tuhan Yesus. Hakikat advent adalah persiapan diri. Persiapan diri yang seperti apakah itu, yaitu tindakan yang selalu berjaga-jaga (awareness), dan menyiapkan hati, dengan :
  1. bertobat
  2. berdoa
  3. berbuat amal kasih
Oleh sebab itu, di satu pihak, umat beriman merefleksikan kembali dan didorong untuk merayakan kedatangan Kristus yang pertama ke dalam dunia ini. Kita merenungkan kembali misteri inkarnasi yang agung ketika Kristus merendahkan diri, mengambil rupa manusia, dan masuk dalam dimensi ruang dan waktu guna membebaskan kita dari dosa. Di lain pihak, kita  ingat dalam Syahadat bahwa Kristus akan datang kembali untuk mengadili orang yang hidup dan mati dan kita harus siap untuk bertemu dengannya. 
Kita memang harus selalu siap secara batiniah dalam menyambut kedatangan / kelahiran penebus kita.Apabila di dalam injil membahasakan persiapan tersebut sebagai ”bekal” minyak lentera yang penuh, nah, di dalam kehidupan kita secara nyata, ”bekal” tersebut adalah : persiapan kita, dalam bentuk : bertobat, berdoa, dan beramal kasih.Nah, Masa persiapan ini berlangsung selama 4 minggu, kita biasa sebut sebagai 4 minggu persiapan. Meskipun minggu terakhir Adven pada umumnya terpotong dengan tibanya Hari Natal. Namun untuk advent kali ini, pas sekali, utuh, karena Hari Natal kita, jatuh di hari minggu. 
Pada masa advent, di gereja ada empat batang lilin, 3 yang berwarna ungu dan 1 berwarna merah muda. Dan diikat dengan lingkaran daun2 berwarna hijau. Warna ungu melambangkan Pertobatan, Adven adalah masa di mana kita mempersiapkan jiwa kita untuk menyambut kedatangan Kristus pada Hari Natal.Lingkaran Adven, selalu dibuat dari daun-daun evergreen. Dahan-dahan evergreen, sama seperti namanya “ever green” - senantiasa hijau, senantiasa hidup. Evergreen melambangkan
  • Pengharapan,
  • Kehidupan, itulah Kristus, Yang mati namun hidup kembali untuk selamanya.
  • Keabadian jiwa kita. Kristus datang ke dunia untuk memberikan kehidupan yang tanpa akhir bagi kita.
Tampak tersembunyi di antara daun-daun evergreen yang hijau adalah buah-buah berry warna merah. Buah-buah itu serupa tetesan-tetesan darah, lambang darah yang dicurahkan oleh Kristus demi umat manusia. Buah merah itu mengingatkan kita bahwa Kristus datang ke dunia untuk wafat bagi kita dan dengan demikian menebus kita. Oleh karena Darah-Nya yang tercurah itu, kita beroleh hidup yang kekal. Empat batang lilin diletakkan sekeliling Lingkaran Adven, tiga lilin berwarna ungu dan yang lain berwarna merah muda. Lilin-lilin itu melambangkan keempat minggu dalam Masa Adven, yaitu masa persiapan kita menyambut Natal. Setiap hari, dalam bacaan Liturgi Perjanjian Lama dikisahkan tentang penantian bangsa Yahudi akan datangnya Sang Mesias, sementara dalam Perjanjian Baru mulai diperkenalkan tokoh-tokoh yang berperan dalam Kisah Natal. Pada awal Masa Adven, sebatang lilin dinyalakan, kemudian setiap minggu berikutnya lilin lain mulai dinyalakan. Seiring dengan bertambah terangnya Lingkaran Adven setiap minggu dengan bertambah banyaknya lilin yang dinyalakan, kita pun diingatkan bahwa kelahiran Sang Terang Dunia semakin dekat. Semoga jiwa kita juga semakin menyala dalam kasih kepada Bayi Yesus.Warna-warni keempat lilin juga memiliki makna tersendiri. Lilin ungu sebagai lambang pertobatan. Lilin merah muda dinyalakan pada Hari Minggu Adven III yang disebut Minggu “Gaudete”. “Gaudete” berasal dari bahasa Latin yang berarti “sukacita”, melambangkan adanya sukacita di tengah masa pertobatan karena sukacita Natal hampir tiba. Warna merah muda dibuat dengan mencampurkan warna ungu dengan putih. Artinya, seolah-olah sukacita yang kita alami pada Hari Natal (yang dilambangkan dengan warna putih) sudah tidak tertahankan lagi dalam masa pertobatan ini (ungu) dan sedikit meledak dalam Masa Adven. Pada Hari Natal, keempat lilin tersebut digantikan dengan lilin-lilin putih - masa persiapan kita telah usai dan kita masuk dalam sukacita yang besar.Pada kaki setiap lilin, atau pada kaki Lingkaran Adven, ditempatkan sebuah mangkuk berwarna biru. Warna biru mengingatkan kita pada Bunda Maria, Bunda Allah, yang mengandung-Nya di dalam rahimnya serta melahirkan-Nya ke dunia pada hari Natal.
Lingkaran Adven diletakkan di tempat yang menyolok di gereja. Para keluarga memasang Lingkaran Adven yang lebih kecil di rumah mereka. Lingkaran Adven kecil ini mengingatkan mereka akan Lingkaran Adven di Gereja dan dengan demikian mengingatkan hubungan antara mereka dengan Gereja. Lilin dinyalakan pada saat makan bersama. Berdoa bersama sekeliling meja makan mengingatkan mereka akan meja perjamuan Tuhan di mana mereka berkumpul bersama setiap minggu untuk merayakan perjamuan Ekaristi - santapan dari Tuhan bagi jiwa kita.Jadi, nanti jika kalian melihat atau memasang Lingkaran Adven, jangan menganggapnya sebagai hiasan yang indah saja. Ingatlah akan semua makna yang dilambangkannya, karena Lingkaran Adven hendak mengingatkan kita akan perlunya persiapan jiwa sehingga kita dapat sepenuhnya ambil bagian dalam sukacita besar Kelahiran Kristus, Putera Allah, yang telah memberikan Diri-Nya bagi kita agar kita beroleh hidup yang kekal.  
Epifani sendiri adalah sebuah hari raya pada tanggal 6 Januari yang memperingati Tiga Orang Majus atau kadangkala disebut Tiga Raja, yang mengunjungi Yesus yang baru saja lahir.Kemudian dengan perkembangan gereja, maka Epifani itu adalah Hari raya umat manusia yang menyongsong kedatangan Yesus di dunia sebagai Sang Juruselamat, yang dibarengi dengan upacara Sakramen Pembabtisan.
Epifani sendiri adalah berarti penampakan. Maksudnya, Tuhan Yesus datang untuk semua bangsa, tidak hanya untuk orang Israel. 3 orang Majus merupakan lambang dari berbagai bangsa dari seluruh dunia. 
MINGGU ADVEN I Markus 13:33 , Yesus mengatakan kepada para muridnya: “Hati-hatilah dan berjaga-jagalah! … Kamu tidak tahu bilamanakah tuan rumah itu datang.” Minggu I advent menjadi awal tahun liturgi gereja, Pesta Kristus Raja, selama 33 minggu biasa.Focus : mempersiapkan umat untuk menyongsong kedatangan Yesus. 
MINGGU ADVEN II Markus 1:2b-3, "Lihatlah, Aku menyuruh utusan-Ku mendahului Engkau, ia akan mempersiapkan jalan bagi-Mu; Ada suara orang yang berseru-seru di padang gurun: Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya"  
MINGGU ADVEN III Yohanes 1 :26b, ”Di tengah-tengah kamu berdiri Dia yang tidak kamu kenal.” Focus : Yesus ada di tengah-tengah kita, namun kita tidak menyadarinya. Intinya, bahwa supaya kita mengetahui kehadirannya, kita harus benar-benar ”bersih” dan peka, sehingga bahkan kita mampu mendengar Suara Tuhan, dan mengamalkannya. 
MINGGU ADVEN IV Lukas 1: 31 dan 38, ”Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akanmelahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus.” Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanMu.” Focus : kita harus mengambil contoh seperti Bunda Maria yang suci, yang percaya dan yakin akan Allah. Sehingga, bahkan tidak tau maknanya pun Bunda Maria dengan pasrah dan tunduk akan kehendak Allah. Bagi kita, supaya kita suci dan layak untuk mengandung Yesus dlam diri kita, kitapun harus suci, yakin dan tunduk akan kehendak Allah akan kita. 
Warna ungu disini berarti pertobatan, bukan seperti awam yang menganggap bahwa ungu itu berkabung. Pertobatan disini juga bertobat dengan penuh sukacita, karena kita sedang akan menjemput kedatanganNya yang kita nantikan.Membersihkan diri, memurnikan diri, supaya layak bertemu denganNya.Syarat untuk dapat diterima ke Kerajaan Sorga, simbol keselamatan dan kesejahteraan sejati yang abadi adalah Tobat. Tidak membawa apa-apa, harta benda, karir, gelar, prestasi  yang bisa membuat kita menjadi sombong, tinggi hati; kembali menjadi seperti bayi Kristus yang baru saja lahir.Adapun mengenai implikasi praktis dari pertobatan itu dinyatakan oleh Yohanes Pembaptis antara lain dengan menunjuk kepada perbuatan-perbuatan berikut, "Barangsiapa mempunyai dua helai baju, baiklah ia membaginya dengan yang tidak punya, dan barangsiapa mempunyai makanan, hendaklah ia berbuat juga demikian." 
Masa Advent adalah masa pertobatan. Pesta-pesta Natal yang dilakukan dengan penuh gemerlap itu, selain mengacaukan persiapan menyongsong kelahiran Yesus, juga menggeser makna persiapan Natal yang sesungguhnya. Perayaan Natal yang dilakukan di pusat-pusat perbelanjaan sejak awal Desember mencerminkan adanya kepentingan lain yang pemodal besar yang tak lebih dari komersialisasi perayaan-perayaan Natal dengan tujuan akhir menarik pembeli. Akhirnya, pesan natal yang seharusnya disampaikan menjadi kabur. Pesan yang ingin disampaikanNya adalah kerendahan hati dan sikap solider dengan umat manusia lainnya, terutama rakyat kecil. Kelahiran-Nya dengan cara yang tak lazim itu pun melambangkan suatu kritik sosial terhadap praktik kekuasaan maupun praktik keagamaan pada zamannya. Apa yang ditampilkan dalam kegemerlapan perayaan Natal di mana-mana sesungguhnya merupakan sesuatu yang kontradiktif. Dalam hal ini, Gereja tidak berperan sendirian. Keluarga sebagai basis terkecil Gereja harus menanamkan kesadaran terhadap anggota keluarga untuk tidak terseret bisnis komersial pesta-pesta keagamaan. Anak muda perlu diingatkan bahwa materi bukan inti dari perayaan Natal, sebaliknya menjadi latihan yang menyegarkan bagi kesadaran, motivasi, untuk menciptakan perdamaian. Kalau Gereja tidak mampu menarik masyarakat untuk merenungi makna Natal itu, akibatnya pusat-pusat perbelanjaan yang akan lebih menarik masyarakat. Pesta keagamaan, merupakan pesta kerohanian. Sudah saatnya masing-masing pribadi memeriksa rohani kita sendiri dan motivasi diri. Tetapi, hal ini, dengan perayaan yang gemerlap ini, diserobot oleh materi. Kesadaran baru ini, akan memunculkan keinginan berkorban untuk orang yang berkesusahan melalui bantuan-bantuan yang nyata. Kesadaran itu harus dibangun dari lingkungan anak-anak, membangkitkan kesadaran kepada anak-anak agar lebih menghayati makna Natal, ketimbang pestanya. Yang penting perayaan Natal secara ESENSIAL daripada SENSASIONAL
Di satu sisi, di dalam keluarga dan masyarakat, sering mengikuti perayaan natal, pohon natal, pesta penyalaan lili, yang membutuhkan biaya yang besar.Namun disisi yang lain, anak2 kita sudah melakukan amal kasih kepada sesama dengan mengumpulkan baju2 dan mainan2 bekas untuk disumbangkan kepada saudara2 yang kurang beruntung.
Masa Advent adalah KESEMPATAN untuk melihat kembali, flashback, meninjau kembali apa yang sudah kita lakukan di masalampau. Yang buruk ditinggalkan, dan yang baik ditingkatkan, untuk menuju hidup yang lebih baik dalam namaNya.Kemudian, yang saya lakukan yang lain, mengurangi makanan, supaya lebih memaknakan mati raga, dan berbagi rejeki pada yang kurang beruntung. Di lain pihak, pada saat mati raga itu, mendapatkan makna, bahwa doa bukan saja sebagai kegiatan rutin, namun lebih kepada KEBUTUHAN.Dengan mengurangi makanan, saya menjadi lebih peka terhadap dunia sekitar, bahwa dunia sedang banyak masalah, dan lain lain. 
Masa Liturgi Adven menandai masa persiapan rohani umat beriman sebelum Natal. Adven dimulai pada hari Minggu terdekat sebelum Pesta St. Andreas Rasul (30 November). Masa Adven berlangsung selama empat hari Minggu dan empat minggu persiapan, meskipun minggu terakhir Adven pada umumnya terpotong dengan tibanya Hari Natal.

12. Devosi

Kata “devosi” berasal dari bahasa Latin devotio, dari kata kerja: devovere, yang berarti: kebaktian, pengorbanan, penyerahan, sumpah, kesalehan, cinta bakti. Devosi menunjuk pada sikap hati dan perwujudannya dalam diri orang yang menyerahkan diri kepada seseorang atau sesuatu yang dijungjung tinggi dan dicintai. Dalam Gereja Katolik devosi merupakan raktek ungkapan iman umat yang spontan dan lebih bebas serta dapat dibawakan secara pribadi maupun kelompok.
Karakter  devosi:
ª menonjolkan dimensi afaeksi dan emosi
ª kesederhanaan ungkapan iman, kesederhanaan kata-kata
ª memuat pengulangan doa: Akibat dari pengulangan doa adalah kepuasan dan kedalaman batin si pendoa. Yang penting dalam doa adalah bahwa orang bisa mengalami kehadiran Allah dengan seluruh jiwanya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan:
a. devosi tidak pernah dipandang menggantikan liturgi resmi. Bila liturgi dianggap sebagai makanan utama, devosi dapat dipandang sebagai makanan kecil, tambahan.
b. Praktek devosi harus dijauhkan dari bahaya praktek magis
c.  Praktek magis terjadi apabila orang memandang kekuatan, daya pengudusan berasal dari barang, mantra, atau hitungan angka. Devosi yang benar hanya dikabulkan oleh daya Allah dan bukan oleh kekuatan si pendoa tersebut.
d. devosi harus sesuai dengan iman Gereja yang benar.Apa  yang menjadi keyakinan devosional umat tidak selalu harus menjadi iman gereja universal.
e.  Ada dua bentuk penghormatan: latria dan dulia. Yang pertama merupakan penghormatan/penyembahan yang ditujukan hanya kepada Allah. Yang kedua merupakan bentuk penghormatan yang ditujukan kepada orang-orang kudus tertentu. Dalam hal ini patung dipakai bukan untuk disembah melainkan dipakai sebagai sarana untuk menghormati pribadi orang kudus yang hidup dibalik patung tersebut.
Jenis-jenis Devosi:
a. Kebaktian kepada Sakramen Mahakudus: sebagai perpanjangan madah syukur atas komuni, juga merupakan ungkapan iman akan Kristus yang hadir dalam ekaristi.
b. Jalan Salib: merupakan devosi yang membantu kita dalam menghayati dan merenungkan misteri penderitaan dan wafat Tuhan kita Yesus Kristus  dan  sebagai kenangan akan misteri penebusan Kristus. Dalam masa Pra-Paskah devosi ini sangat dianjurkan untuk dilaksanakan.
c.  Rosario: Secara harafiah rosario berarti karangan bunga mawar. Doa rosario membantu penghormatan kita kepada Bunda Maria dan menumbuhkan cinta bakti kepada Allah.
d. Novena: Berasal dari kata Latin novem yang artinya sembilan. Doa novena merupakan kebaktian sembilan hari yang diisi dengan doa tertentu bagi persiapan suatu pesta atau tahap kehidupan yang penting. Angka sembilan merujuk pada Kis 1:13-14, ketika para Rasul bersama Bunda Maria mengadakan doa sembilan hari menantikan kedatangan Roh Kudus.
e.  Ziarah: merupakan devosi umat untuk menampilkan dimensi kesatuan Gereja, juga sebagai usaha, sarana untuk menggalang perdamaian dunia.           


 
 

2 komentar: