Jumat, 02 Mei 2014

DIMENSI RELIGIUS KERJA MENURUT FRANSISKUS DARI ASSISI



M
anusia adalah homo laborans (mahkluk yang bekerja). Dengan bekerja, manusia mengembangkan, menyempurnakan, baik dunia maupun dirinya sendiri. Dengan bekerja, manusia ikut ambil bagian dalam karya penciptaan bersama dengan Allah di dunia ini. Banyak persoalan terjadi dalam kehidupan manusia karena kurangnya kesadaran akan campur tangan Allah dan lebih sering mengandalkan egoisme pribadi.
Santo Fransiskus dari Assisi adalah salah satu tokoh Abad Pertengahan yang melihat kerja sebagai sesuatu yang amat penting dan berguna. Bagi Fransiskus, kerja bukanlah suatu teori belaka, melainkan suatu kenyataan hidup yang harus dipraktekkan dalam kehidupan konkrit dan dilaksanakan dalam hubungan dengan sesama, alam ciptaan dan Tuhan sendiri.
            Selama hidupnya, Fransiskus bertekad untuk meniru dan mengikuti cara hidup, teladan dan jejak Kristus, khususnya Kristus yang miskin dan menderita. Untuk melaksanakan amanat agung dan melanjutkan misi karya ciptaan Allah di dunia ini, manusia harus melibatkan Allah di dalam pekerjaan-pekerjaannya. Bagi Fransiskus, kerja tidak boleh memadamkan semangat doa dan kebaktian yang suci. Kerja yang dipahami oleh Fransiskus adalah suatu tindakkan yang lebih luas yang mencakup seluruh ajaran Injil. Seluruh ajaran Injil, khususnya mengenai kerja, harus diaplikasikan dalam kehidupan konkrit. Dengan demikian, kita akan mampu menciptakan suatu dunia yang damai, sejahtera, adil dan makmur.

Kerja dalam Semangat Doa dan Kebaktian Suci
Fransiskus menjunjung tinggi pekerjaan sebagai sesuatu yang amat penting dalam persaudaraannya. Walaupun demikian, pekerjaan itu tidak dilihatnya sebagai sesuatu yang mutlak, melainkan sebagai sesuatu yang relatif. Dikatakan relatif karena pekerjaan itu memiliki hubungan yang erat dengan Tuhan. Hubungan antara pekerjaan dengan Tuhan di dalam doa, ditunjukkan secara jelas oleh Fransiskus dalam Anggaran Dasar. Hamba Allah yang hina dina secara tegas mengatakan kepada para saudaranya: “… hendaknya bekerja dengan setia dan bakti, sedemikian rupa, sehingga mereka, sambil mencegah diri dari sikap bermalas-malasan yang merupakan musuh jiwa, tidak memadamkan semangat doa, dan kebaktian suci, yang kepadanya harus diabdikan hal-hal lainnya yang duniawi” (AngTBul V: 1-2).
Cara hidup para saudara dina adalah melakukan sesuatu yang baik dan penuh cinta bagi semua mahkluk ciptaan dan dalam kesatuan dengan Allah di dalam doa. Dengan memberi perhatian pada doa dan “Kebaktian Suci” (Devote), pekerjaan para saudara pertama-tama harus dilakukan di dalam persatuan dengan Allah dan bukan pada sikap rajin demi pekerjaan itu sendiri. Dalam hal ini, Fransiskus menyadari bahwa tiada suatu mahkluk pun di bawah kolong langit ini yang bebas dari “genggaman” Allah. Ia juga mengajari para saudaranya untuk menyadari hal itu dalam seluruh hidup dan tingkah laku mereka.
Melalui doa semua hal-hal duniawi dikuduskan, termasuk pekerjaan manusia dan seluruh aspeknya. “Fransiskus tidak percaya akan daya kekuatannya sendiri, tetapi menaruh harapannya pada kasih sayang Ilahi; maka ia terlebih dahulu menyerahkan segala kekhawatirannya kepada Tuhan dalam doa yang hangat dan mendesak” (LM X: 1).
Dalam kenyataan, orang tidak lagi memandang dan menghayati setiap kegiatan hidupnya dalam kesatuan dengan Allah. Manusia menjadikan dirinya sebagai pusat dengan menganggap segala keberhasilan yang diperoleh dari suatu pekerjaan adalah buah dari usahanya sendiri. Bagi Fransiskus, orang yang menunjukkan sikap semacam ini tidak berbeda dengan penyembahan berhala, hojatan terhadap Allah sendiri.
Fransiskus tidak menginginkan hal ini terjadi di dalam persaudaraannya. Ia bahkan mengajak semua orang, terutama para religius, agar mencintai doa di atas semuanya. Dalam Legenda Mayor, Bonaventura mencatat bahwa Fransiskus pernah mengatakan, “Seorang religius harus menginginkan rahmat berdoa di atas segala-galanya, karena ia yakin, bahwa tanpa rahmat itu tiada seorang pun dapat mencapai kemajuan dalam pengabdian kepada Allah” (LM X: 1).

Pekerjaan Orang Miskin dan tidak Terpandang
Cara hidup para Saudara Dina didasarkan pada Kristus sendiri. Perjumpaan dengan Kristus, yang selama hidup-Nya di dunia menunjukkan model hidup miskin, telah mengubah hidup Fransiskus dan komitmennya untuk mengikuti kemiskinan Kristus secara radikal. Fransiskus, pengikut Kristus yang miskin, senang akan pekerjaan-pekerjaan tangan yang sederhana dan dianggap rendah oleh orang lain. Karena itu, hamba Allah yang miskin mengajarkan supaya para saudara menjadi hamba di rumah-rumah orang kaya, bukan mengejar kekayaan, karier, kedudukan atau jabatan dalam masyarakat. Mereka hendaknya menjadi “lebih rendah dan tunduk kepada semua orang yang tinggal di rumah itu” (AngTBul VII: 1-2).
Fransiskus sangat menginginkan agar para saudara bekerja seperti orang miskin yang tidak memiliki apa-apa, tidak mengejar kekayaan atau jabatan, melainkan sekadar memenuhi kebutuhan hidupnya. Keterikatan akan harta benda, kekuasaan dan jabatan sering memperbudak manusia, baik secara jasmani maupun rohani, sehingga menghalangi seseorang untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Hamba Allah yang miskin dan rendah hati ini senantiasa mengajak para saudaranya untuk bekerja demi pelayanan kepada semua orang dalam terang kasih Kristus. Setiap saudara harus hidup dalam kesederhanaan dan dengan demikian, membuka hati kepada Allah dan sesama manusia, sebab mereka harus ingat bahwa “Orang lebih cepat dari gubuk naik ke surga daripada dari istana” (1 Cel 42).

Kerja Memperbaiki “gereja”
            Teladan kesederhanaan dan kemiskinan Fransiskus dalam bekerja, membawa pengaruh besar bagi Gereja dan masyarakat pada masa itu. Kesederhanaan dan kemiskinannya telah merestorasi Gereja dan masyarakat yang nyaris roboh. Paus Innosensius III mengatakan bahwa, Fransiskus adalah orang yang akan menyokong Gereja dengan aksi dan kata. Bukan hanya paus yang mengatakan demikian, tetapi juga seorang Uskup pernah mengatakan bahwa melalui seorang religius dan kudus ini Gereja akan diangkat dan disokong.
                Dalam bekerja, Fransiskus dan fransiskan bagaikan seorang “tukang bengkel” yang bekerja dengan setia dan bakti di “bengkel” Tuhan yang miskin dan sederhana. Di “bengkel” itulah para fransiskan bekerja memperbaiki masyarakat dan Gereja-Nya yang rusak dan nyaris mau roboh. Bekerja sebagai seorang “tukang bengkel” berarti harus mengenakan pakaian bengkel, bukan pakaian jaz dan berdasi. Untuk fransiskan, kemiskinan dan kedinaan adalah “pakaian” bengkel yang khas bagi mereka.
                Mewujudkan Gereja yang miskin dan keberpihakan kepada orang miskin, merupakan panggilan kerja Fransiskus dan fransiskan. Maka, yang khas dan seharusnya demikian dalam kerja fransiskan adalah berpihak kepada orang miskin dan menderita. Tempat-tempat kerja para fransiskan pun harus sesuai dengan identitas mereka sebagai seorang saudara dina. “Tempat kerja para fransiskan adalah di daerah-daerah marginal (pinggiran), tempat-tempat rendahan (bukan di areal-areal mewah), dan di mana pun ada orang miskin, sederhana dan pinggiran (orang kusta “zaman” ini).
            Sebagai orang Kristen dan pengikut Fransiskus, kita dipanggil untuk bekerja memperbaharui Gereja yang sedang rusak. Memperbaiki Gereja bukanlah pertama-tama merombak struktur bangunan fisik dan menggantikannya dengan yang baru, melainkan membangun melalui kesaksian hidup. Maka, salah satu langkah dasar bagi pembaharuan ialah bekerja sebagai orang miskin dan tidak terpandang, tidak mengejar kekayaan, kekuasaan, jabatan dan karier. Hal ini pertama-tama berarti pembaharuan hidup rohani. Pembaharuan hidup rohani dalam bekerja adalah tidak memadamkan semangat doa dan kebaktian yang suci.


 






1 komentar:

  1. Play Casino Review: Risk-Free Bet No Deposit on Dream
    Welcome Bonus Details. No Deposit Free Bets Air Jordan 21 retro Available · Betting Terms cheap jordan 18 retro · Wagering Requirements · Player 먹튀 검증 사이트 Support · good air jordan 12 retro Minimum Deposit – £/€ 5 출장마사지 · Player

    BalasHapus